TERBENTUKNYA KAMPUNG LEWOHALA
(Honi tobo wani pae lewohala)
Berdirinya kampung Lewohala ditandai
dengan upacara sejuk dingin yang disebut dengan: “ tewu tanah sira paji,
wulu bure bala kenera, hodi ekan lagadoni lodan sode namang gole”.
(upacara menebus tanah dengan sebatang gading-moko dan kalung emas/Lodan).
Benda adat tersebut di atas diberikan kepada suku witak lamawaleng, luwo waleng
koli baran.
Wulu Bure Bala Kenerang dibawah ke
Koli Buto sedangkan Lodan Sode Namang Gole dibawah ke Ebak. Setelah penyerahan
benda-benda adat tersebut, masyarakat Serang Gorang dan masyarakat Tanah Tawa
dibawa pimpinan para pembesarnya masing-masing membangun Lewotanah Lewohala.
Masyarakat kemudian membangun rumah untuk dihuni sebanyak tujuh pulu tujuh buah
rumah yang kemudian berkembang menjadi tujuh pulu tujuh suku, (jumlah rumah
adat tersebut masih tetap dipertahankan sampai sekarang). Setelah kampung
terbentuk, masyarakat kemudian berunding untuk memilih pemimpin yang akan
memimpin Lewohala yang lazim disebut Belen Raya. Adapun tata cara
pemilihan Belen Raya adalah sebagai berikut: dilakukan lomba menarik bambu yang
dipotong, tanpa dibersihkan dari ranting dan daun. Syarat dalam perlombaan
adalah bambu ditarik dengan posisi terbalik, yakni bagian ujung bambu berada
didepan.
Titik star lomba adalah kampung
(Lewohala) sampai ke pantai. Suku yang sampai terlebih dahulu di pantai berhak
menjadi pemimpin. Lomba ini kemudian dimenangkan oleh suku Serang Gorang atau
suku pendatang. Hasil perlombaan ini dianulir oleh suku Tanah Tawa, karena suku
pendatang berlaku curang dalam perlombaan. Akhirnya disepakati cara kedua yakni
dengan membuat Ceremony adat gantung domba (peke ehang). Masing-masing
pihak menanggung seekor domba, domba tersebut digantung pada saat bersamaan.
Namun sebelumnya, masing-masing pihak menyampaikan doa.
Upacara dimulai, domba digantung.
Dua ekor domba mati pada jam yang sama, tetapi domba milik suku Tanah Tawa
kakinya tertutup, yang menandakan bahwa tidak ada jalan. Selain itu jasad domba
berbauh dan dipenuhi ulat berbulu serta lalat. Sedangkan domba milik suku
Pendatang (Serang Gorang) mati dengan kaki terbuka, serta tidak berbauh.
Keadaan inilah yang kemudian diputuskan bahwa suku pendatanglah yang paling
berhak memimpin kampung Lewohala.
Walaupun demikian dalam struktur
pemerintahan asli saat itu tetap melibatkan suku asli. Adapun pembagian
tersebut adalah sebagai berikut:
Ø Belen Werang dijabat oleh
Serang Gorang
Ø Belen Leing dijabat oleh
Serang Gorang
Ø Raya Lein dijabat oleh Tawa
Tanah
Ø Raya Werang dijabat oleh
Serang Gorang
Benda adat seperti yang disebutkan
diatas, berupa Moko Lodon dan Gading seluruhnya ditanggung oleh
Serang Gorang untuk menebus tanah Lewohala.
Batas wilayah adat lewohala:
1. Utara : Gunung Ile Ape
2. Selatan : Teluk Waienga- Teluk
Lewoleba
3. Timur : Desa Lamawolo
4. Barat : Desa Ama Kaka dan Desa
Tagawiti
Suku-Suku yang mendiami kampung
Lewohala:
1. Wungu Belen terdiri dari:
a. Gesi Making
b. Domaking
c. Laba Making
d. Halimaking
e. Soro Making
f. Krowe Making
g. Duli Making
h. Tede Making
i. Lewo Kedang
j. Roga Making
k. Beni Making
l. Puho Boto
m. Lado Angin
n. Lewo Hura
o. Puka Lolong
p. Lewo Tubun- Narawayong
q. Au Urang
2. Wungu Blumer
a. Pureklolon
b. Matarau
c. Balawanga
d. Lamatapo
e. Lamawalang
f. Lamablolu
g. Bekayo
h. Langoday
i. Lamabahy
j. Atanila
k. Langotukan
l. Lewokdanga
Desa-Desa komunitas adat Lewohala:
1. Baopuke
2. Waiwaru
3. Kimakama
4. Muruona
5. Woipuke
6. Ohe
7. Bao
III. Sejarah Kedatangan Penghuni
Suku
Penghuni suku yang mendiami Lewohala
umumnya berasal dari kepulauan Maluku (Serang Gorang Abo Muar).
Awal mula dari Serang Gorang, Nenek
Moyang berada dibawah naungan satu suku besar yakni: “ Suku Seram Sara Luka,
Luwa Goran Lobi Au” sedangkan suku asli yang sudah menetap terlebih dahulu
adalah Suku Duli Making Dan Tede Making ( Tawa Tanah-Gere Ekan).
IV. Tradisi Yang Diwariskan
Tradisi yang diwariskan nenek moyang
adalah hasil ciptaan dan buah pikir dari para leluhur yang di bawah dari serang
gorang.
V. Hukum Adat
1. Adat Perkawinan : Pain Napan
2. Adat Kematian : Keju Maten
3. Penghamilan Liar : Gowa Sagi
4. Selingkuh : Turu Tobo
5. Merapas Isteri Orang : Toban
Nukan, Gui Kele
VI. Tokoh-tokoh purba
1. Pati Arakian
2. Kayo Wuan Boli Ama
3. Oikeko Lado Rua
4. Wotan Waiwuring
5. Ola Baga Tugu Wulan
6. Pati Useng Kei Lera
7. Sibeni Bunu Tiwa
8. Kerua Sili Lolo
9. Duli Tede Hala-A’ Wote Abo Ama
10. Gesi-Do-Laba-Beni
11. Hali-Sorong-Ola Abo Ama
12. Tede Pure Balawanga
13. Nila Tutu Lungu-Lura Toda Wolo
14. Pure Dong Laba-Hore Laba Taran
15. Laba Lele Demo Ama
16. Aba Taran Gorang
VII. Jenis Ritual Adat
Ø Pesta Kacang
Urutannya sebagai berikut:
a. Sawe Nuku (Penggantung Nuki di
Koke Atamuki)
b. Tuka Kiwan-Lua Watan (Pergi Pulang
Gunung Pantai) untuk menyuguhkan sesajian bagi
para leluhur ditampat upacara (Nuba
Nara)
c. Belai: Perjamuan bersama bagi
anak gadis Wungu Belumer di Koke
d. Dora – Dope: Berburu ayam piaraan
untuk sesajian para Leluhur
e. Pau Lango: Perjamuan anak suku di
rumah adat masing-masing.
f. Sora Utan Lango Belen: Perjamuan
bersama di rumah besar untuk beberapa suku tertentu
(Suku-Suku Wungu Belen)
g. Penu Koke Lera Tena: Perjamuan
bersama di kelima Koke Lewohala sesuai pembagian
kelompok suku.
h. Juang wua: Pawai siri pinang yang
dilakukan oleh Belen Raya Lewo Werang dan Belen Raya
Lewolein (Hebo Elo Tora Woke)
i. Ina Ratang: Perjamuan bersama
anak-anak gadis Belen Raya Lewowerang
VIII. Struktur Lembaga Adat
IX. Sejarah Rumah Adat
Pada awalnya Nenek Moyang tidak
memiliki tempat tinggal. Hidup mereka sangat menggantungkan nasibnya pada alam
sekitarnya, hidup mereka selalu berpindah-pindah dengan maksud mencari makan di
hutan.
Setelah terjadi perkembang biakan
manusia, dari satu garis keturunan mereka mulai berpikir untuk membangun
pondok-pondok sederhana untuk tinggal bersama.
Adapun tujuan dari tinggal bersama
adalah:
1. Mudah membangun kekompakan untuk
membelah diri dari serangan musuh
2. Mudah mengadakan upacara-upacara
seromonial adat dan ritual yang dibutuhkan
3. Saling membantu dalam segala
kesulitan yang dihadapi
Seiring dengan bertambahnya jumlah
manusia, rumah-rumah semakin banyak dibangun. Selain itu mereka yang terlahir
dari satu garis keturunan bersepakat untuk membangun sebuah rumah sebagai induk
(bliwo kawa) yang sengaja dibiarkan kosong dan hanya dipakai pada saat
tertentu, seperti membuat ritual adat.
Adapun tujuan dari pembangunan rumah
sendiri adalah menjaga bentrok intern antara sesama kakak beradik yang dapat
menghancurkan kerukunan keluarga.
Proses pembuatan rumah adat
a. Pembuatan Dena (Dolu Alang) /
Boti Atu – Borang Kota
b. Pengadaan bahan-bahan local
- Pengadaan tiang
- Pengadan palang (munung-mape)
- Pengadaan kuda-kuda dan tongkat
kuda-uda (nu lake-wola wae)
- Palang atas, bawah, muka dan
belakang (nore-kawang-blope)
- Pengadaan bahan-bahan penangkis
bala/penyakit (kotemane)
- Pengadaan atap dan tali pengikat
setelah semua bahan siap, membangun rumah sampai selesai.
c. Fungsi rumah adat
- Tempat membuat upacara adat
- Tempat berkumpul anggota-anggota
suku dan kepala suku untuk suatu urusan adat
d. Bentuk dan arti rumah adat
- Atap : melambangkan kekompakan
anggota suku
- Dinding : kekuatan
- Tiang : melambangkan peran anggota
suku
- Balai utama: tempat ritual (kenata
bele, liri wanan)
- Tempat tidur (uli one),
mada-pendopo
- Hoi : tempat menyimpan makanan
- Bentuk rumah adat: empat (4) air
X. Tempat ritual di kampung adat
a. Rumah adat / rumah besar
b. Koke-bale: tempat perjamuan
bersama
c. Nepi-basa: tempat upacara piara
kambing
d. Manfaat rumah adat: tempat berdoa
dan pemberian sesajian kepada para leluhur
e. Sanksi : apabila upacara tidak
dilakukan sesuai ketentuan jadwal dan aturan mainnya maka penyakit yang dapat
berujung kematian akan menimpa
XI. Benda purba kala
Barang-barang peninggalan benda
purbakala adalah sbb:
Moko, gading, guci, maeriam kuno,
piring tanah, belaong, lodan, parang dan tombak.
Semua barang-barang kuno sebagai
bukti sejarah ini disemayamkan pada balai utama (kenata belen) dan mempunyai
kekuatan gaib. Apabila ada yang dengan sengaja dan secara tahu dan mau merusak,
mencuri untuk kepentingannya maka malapetaka akan menimpanya sepanjang hidup,
bahkan sampai pada anak keturunannya.
XII. Makanan tradisional
1. Ketemak/kebose/munga
2. Nasi campur jagung dan kacang
3. Keleso/lepi
4. Putu, ubi kukus, ubi bakar
XIII. Jenis pakian adat dan
fungsinya
1. Wate hebe, topo, kerokong: pakian
harian/pesta dan dapat digunakan untuk hadiah bagi anak-anak pada saat pernikahan
2. Wate mea: digunakan untuk balas
gading dan juga hadiah buat anak gadis pada saat pernikahan
3. Senai/kewodu/senawe: pakian
harian buat pria
XIV. Tarian adat
1. Hedung/ tari perang
2. Tari rotan
3. Tari neba
4. Tari tambang
5. Tari bambu
XV. Permainan tradisional
1. Eda
2. Pesu
3. Bie
4. Kote
5. Kemote
6. kepasa
XVI. Kearifan local (muru naki)
1. Larangan memetik kelapa
2. Larangan menangkap ikan
3. Larangan membuka kebun baru
XVII. Mata pencaharian
1. Bertani
2. Nelayan
3. Berburuh
4. Tenun ikat
dan, Kami menyadari akan kekurangan dan
kelemahan kami dalam penulisan Profil Lewohala ini. Kami senantiasa selalu
mengharapkan masukan, saran, dan kritikan dari segenap pihak guna
menyempurnakan tulisan yang masih sangat sederhana ini agar nilai-nilai luhur
sejarah Lewohala dapat diwariskan kepada generasi-generasi yang akan datang dan
dapat dijadikan sebagai pegangan hidup mereka.
Semoga……Group
Orang Baopukang
sandro wangak
Sumber ; www.lulusuji.blogspot.com
Posting Komentar