KOMPAS/A HANDOKO
Seorang
warga rumah Rumah Betang Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan
Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat menunjukkan tato
pada awal September lalu. Generasi tua Dayak Iban umumnya menato hampir
seluruh tubuh mereka.
Masyarakat subsuku Dayak Iban memiliki tradisi menato tubuh mereka.
Selain menjadi ciri khas, tato adalah simbol keberanian masyarakat
Iban. Lihatlah Klaudis Kudi (74), salah seorang generasi tua Dayak
Iban, yang hampir sekujur tubuhnya berhiaskan tato. Dulu, simbol
keberanian. Kini, bermakna kenangan.
Menato tubuh adalah tradisi nenek moyang kami. Saat perang suku,
tato menjadi semacam tanda pengenal,î kata Kudi. Ia adalah tetua adat
Dayak Iban di Kampung Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh
Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Selain Kudi, di Sungai Utik ada Antonius Kidau (73) dan Bandi (81)
yang memiliki tato hampir di seluruh tubuhnya. Kudi dan Kidau menato
tubuhnya saat sama-sama merantau ke beberapa tempat di Sarawak mulai
sekitar tahun 1970. Bandi juga menato tubuhnya saat merantau ke Miri,
Sarawak, tahun 1959.
Kidau mengatakan, dulu tato dibuat menggunakan alat sederhana,
yakni jarum-jarum yang disatukan. îGoresan bergaris hanya perlu satu
jarum, tetapi untuk gambar yang memiliki bidang luas perlu sedikitnya
12 jarum yang disatukan dan ujungnya dibatasi dengan benang,î katanya.
Batas benang itu dipakai untuk membatasi seberapa dalam jarum akan
masuk ke kulit. Jarum-jarum yang sudah dicelupkan ke pewarna akan
dipukul- pukulkan perlahan ke bidang kulit yang hendak ditato.
"Kami masih menggunakan pewarna tato yang dibuat dari jelaga lampu
minyak yang dicampur dengan air tebu", kata Kidau. Untuk membuat tato,
mereka perlu mengumpulkan jelaga yang sengaja mereka buat dengan menaruh
seng di atas lampu minyak. Jelaga akan terkumpul di seng yang langsung
terkena api dari lampu minyak.
Air tebu bercampur jelaga masih harus dikeringkan selama beberapa
hari hingga menjadi kristal. Kristal hitam itu kemudian dicairkan lagi
saat hendak dipakai. Luka yang dihasilkan dari jarum-jarum itu akan
menjadi koreng dan ketika koreng sudah sembuh tertinggallah warna hitam
sesuai pola yang digambar saat menato.
"Pertama kali ditato, badan demam selama beberapa hari. Setelah
itu, setiap kali ditato masih tetap terasa sakit, tetapi tidak demam
lagi. Yang paling sakit adalah tato di rusuk dan leher karena kulitnya
tipis dan terasa sampai ke tulang. Tato penuh satu badan ini tidak
dibuat dalam sekali menato, tetapi belasan kali," ujar Kudi menunjukkan
tato di tubuhnya.
Tato juga umumnya dimiliki oleh para lelaki Iban saat ini, tetapi
tidak sebanyak yang dimiliki oleh generasi tuanya. Kepala Desa Batu
Lintang Raymundus Remang (46) mengatakan, menato tubuh juga memerlukan
nyali karena dulu alat tato masih tradisional. "Generasi setelah saya
ada juga yang masih punya tato, tetapi sudah menggunakan mesin sehingga
tidak sesakit menggunakan tato tradisional," kata Remang.
KOMPAS/A HANDOKO
Rumah
Betang Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu,
Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat pada awal September lalu.
Masyarakat Iban seperti halnya sub suku Dayak lainnya di Kalimantan
Barat, memiliki tradisi hidup komunal di rumah betang atau rumah
panjang.
Pergeseran makna
Pada masa lalu, tato adalah alat identifikasi paling mudah bagi
masyarakat Iban. Saat perang suku, tato itulah yang digunakan oleh
masyarakat Iban untuk mengenali siapa lawan dan siapa kawan mereka.
JU Lontaan dalam Sejarah Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan
Barat (1975: Pemda TK I Kalbar) menyebutkan, selain menjadi hiasan
badan, tato pada masa lalu merupakan tanda bahwa seseorang telah berbuat
sesuatu. " Pada pria, misalnya sudah membunuh (mengayau saat perang
suku) atau menolong orang,"begitu Lontaan mendeskripsikan tato.
Setelah masa perang suku dan mengayau (memenggal kepala musuh saat
perang suku) berakhir melalui Perjanjian Damai Tumbang Anoi Tahun 1894
di Tumbang Anoi, Kalimantan Tengah, makna tato mulai bergeser. Dari
semula menjadi identitas dan tanda setelah mengayau, tato lalu menjadi
tanda bagi seseorang yang merantau.
"Setelah perang suku tak ada lagi, tato dibuat untuk mengingat
tempat-tempat perantauan karena zaman itu tidak semua orang berani
keluar meninggalkan tempat tinggalnya," kata Kudi.
Walaupun dipakai untuk mengingat tempat-tempat istimewa yang
pernah dikunjungi oleh setiap masyarakat Iban, gambar atau bentuk tato
ternyata bukan gambaran tempat yang mereka kunjungi. Gambar tato yang
dipakai oleh komunitas Iban justru umumnya sama.
Kidau mengatakan, ada beberapa bentuk tato yang umum dipakai
masyarakat, merujuk pada tato yang dipakai oleh nenek moyang orang Iban.
Gambar tato yang banyak dipakai masyarakat Iban itu di antaranya ukir
degug, kalapah, bilun, ketam itit, dan bunga terung. Ukir degug adalah
simbol identitas masyarakat Dayak Iban yang ada di leher depan.
Bentuknya bulat memanjang dari leher bawah hingga di bawah dagu.
Kalapah dan bilun adalah simbolisasi berbentuk manusia. Kalapah biasanya ditato di paha, sementara bilun di betis.
Ketam itit adalah gambaran kepiting yang sedang menjepit, umumnya
berupa gambar kembar di punggung kiri dan kanan. Serupa dengan ketam
itit, bunga terung juga merupakan gambar kembar di antara atas dada dan
pundak kanan kiri.
KOMPAS/NOVAN
Remang mengatakan, kalangan wanita dari generasi tua Iban ada
juga yang memiliki tato, tetapi umumnya ada di belakang telapak tangan
dan jari. "Pada masa lalu, tato itu menjadi semacam simbol bahwa seorang
perempuan sudah memiliki keahlian menganyam dan siap menikah. Sekarang
sudah jarang wanita yang bertato," katanya.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalbar Sujarni Alloy
mengatakan, saat ini belum ada sensus khusus terhadap populasi setiap
subsuku Dayak di Kalbar. Namun, ia memperkirakan jumlah populasi
masyarakat Dayak Iban ada 12.000 jiwa. Mereka adalah subsuku Dayak
dengan populasi terbanyak ketiga di Kalbar.
Alloy menambahkan, Iban adalah satu dari 186 subsuku Dayak di
Kalbar. "Kalau dibedakan dari linguistik, suku Dayak di Kalbar terbagi
dalam sekitar 300 kelompok," katanya.
Sebagian generasi muda Iban masih ada yang mempertahankan seni
tato itu. Namun, umumnya tertoreh di tangan dan jumlahnya tidak sebanyak
generasi tua.
sumber : kompas.com/tanahair
Posting Komentar