Tinggal 20 sentimeter lagi permukaan air
Kali Besar yang membelah Oud Batavia (Batavia lama) mencapai Jembatan
Kota Intan. Dari atas jembatan yang dibangun tahun 1630 itu, Kamis
(17/1) siang, Kali Besar dan dua jalan yang mengapitnya, Jalan Kalibesar
Timur dan Kalibesar Barat, tampak disatukan luapan air Waduk Pluit di
Jakarta Utara sejak Kamis dini hari.
Inilah untuk pertama kalinya
setelah 370 tahun sejak Kota Tua yang selesai dibangun Gubernur Jenderal
Jan Pieterszoon Coen (JP Coen) tahun 1640, terjadi banjir besar. Air
genangan mencapai sepinggang orang dewasa atau sekitar 80 sentimeter.
”Tahun
1930, kawasan ini dan sejumlah kawasan di Jakarta memang pernah dilanda
banjir, tetapi tidak semerata dan separah sekarang,” tutur sejarawan
Jakarta Chandrian Attahiyat yang kini menjadi Kepala Balai Konservasi
Jakarta, Minggu (20/1) malam. Dari koleksi foto lama, lanjutnya, tinggi
permukaan genangan air tidak lebih dari 30 sentimeter kala itu.
Oud
Batavia dirancang arsitek Simon Stevius dalam bentuk kota kembar yang
dibelah Kali Besar. Saat dirancang tahun 1650, luas The Old Batavia cuma
105 hektar. Sampai akhir hayatnya, Simon tidak pernah menyaksikan hasil
karyanya.
JP Coen (1619-1622, 1627-1629) memilih nama kota
tersebut Batavia untuk mengenang nenek moyang bangsa Belanda yang
berasal dari Jerman, yaitu Suku Batavieren.
Kota kembar ini
terdiri dari empat bagian, yaitu Benteng Batavia di utara dekat pantai,
Batavia Timur, Batavia Barat di Kalibesar, dan kawasan selatan di luar
tembok benteng kota. Batavia Timur (kini kawasan Jalan Kalibesar Timur)
dibangun sebagai kawasan permukiman dan tempat usaha orang Eropa,
terutama Belanda, sedangkan Batavia Barat (kini kawasan Jalan Kalibesar
Barat) dibangun untuk orang China dan Portugis.
Kata Chandrian,
rancangan saluran air di Oud Batavia hanya mengandalkan tiga kanal
utama, yaitu Kali Besar, Kali Semut, dan Kali Ji La Keng atau Kali
Perniagaan. ”Seluruh aliran air kali dan saluran-saluran penghubung
dialirkan ke ketiga kanal ini,” tuturnya.
Saat
ini, kata Chandrian, Kota Tua seluas 846 hektar ini memilik 284
bangunan cagar budaya. Di ujung selatan ditandai dengan bangunan cagar
budaya berupa rumah Gubernur Jenderal VOC Reiner de Klerk (1777-1780).
Rumah yang dibangun tahun 1760 itu kini menjadi gedung arsip nasional di
Jalan Gajahmada, Jakarta Barat.
Di ujung utara ditandai dengan
cagar budaya Masjid Luar Batang, Jakarta Utara, sedangkan di ujung timur
ditandai dengan cagar budaya Bank BNI. Di ujung paling Barat ditandai
dengan Masjid Bandengan.
Biro Jasa Arsitek Cuypers & Hulswit
mendominasi rancangan sejumlah bangunan megah di kawasan Kalibesar.
Gedung berkubah megah di ujung Jalan Kalibesar Barat yang pernah
dijadikan kantor pusat Chartered Bank atau gedung mewah yang kini
menjadi Museum Bank Indonesia, misalnya.
Di kawasan Kalibesar,
pejalan kaki dibuat nyaman. Sebab, kawasan pedestrian dibuat dengan
selasar. ”JP Coen sangat keras dan teliti mengikuti proses pembangunan
Oud Batavia ini. Transportasi, taman kota, saluran air, hingga kawasan
pedestrian dia ikuti proses pembangunannya,” kata Chandrian. Tak heran
bila kawasan nan cantik ini, kala itu populer dengan sebutan ”Ratu dari
Timur” atau ”Permata dari Asia”.
Tahun 1661, arsitek air Phoa Beng
Ham membangun kanal baru yang menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kali
Besar. Kali yang diapit Jalan Gajah Mada (dulu Molenvliet Oost) dan
Jalan Hayam Wuruk (Molenvliet West) itu dinamai Molenvliet yang artinya
kincir air kecil untuk usaha penggergajian kayu.
Kanal ini bukan
saja menjadi jaringan pembuangan air baru yang terintegrasi dengan
saluran-saluran pembuangan air pecinan baru, melainkan juga menjadi
prasarana transportasi angkutan kayu, rempah, gula, dan bata.
Atas
jasanya, Vereniging Oost Indische Compagnie (VOC) memberi Beng Ham
tanah di Tanah Abang. Tanah tersebut kemudian ia jadikan perkebunan
tebu. Di beberapa lokasi, Kapitan China ketiga ini juga membangun pabrik
bata.
Tahun 1810, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman William
Daendels memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan Weltevreden
(Lapangan Banteng). Kantor gubernur jenderal pun dibangun di sebelah
timur lapangan (kini menjadi gedung kementerian keuangan)
Meski
demikian, Oud Batavia tidak diabaikan, sebab tahun 1905, Pemerintah
Hindia Belanda merenovasi kota tua ini dengan struktur bangunan Art
Deco. ”Kali Besar diluruskan dan dibangun kembali sehingga kapal
berukuran sedang bisa kembali merapat sampai tepian Kali Besar,” tutur
Chandrian.
Saat ini, sentra Oud Batavia dikepung tumpahan air dari
waduk Pluit. Genangan air tertinggi terjadi di Jalan Kunir yang
berbatasan dengan Jakarta Utara. Tinggi genangan mencapai 80 sentimeter.
Genangan
air dari Waduk Pluit itu pun tumpah ke Kali Ji La Keng dan membuat
kawasan Pasar Asemka, Pasar Pagi, dan Pancoran, Glodok, Jakbar, yang
masih berada di kawasan Kota Tua, ikut banjir. Inilah banjir terbesar
setelah Oud Batavia selesai dibangun tahun 1640.(WINDORO ADI)
sumber : kompas.com
Posting Komentar