.jpg)
Wilfrida Soik, pekerja
rumah tangga migrant asal Nusa Tenggara Timur, tanggal 30 September 2013 akan
menjalani sidang vonis di pengadilan Malaysia. Wilfrida diancam hukuman mati
karena membunuh majikannya. Dewan pimpinan Nasional Serikata Buruh Migran
Indonesia (SBMI) dalam press release yang diterima FBC Kamis, (26/09/2013)
menyebutkan, sesungguhnya apa yang dilakukan Wilfrida adalah upaya untuk
membela diri dan martabatnya dari tindak kekerasan dan tindak pelanggaran HAM lainnya yang
dikatagorikan berat. Saat kejadian, 7 Desember 2010, ia tengah berupaya membela
diri dari perlakuan kekerasan majikan.
Korban
Sindikat Perdagangan Orang
Tak pernah dibayangkan
Wilfrida sebelumnya kalau ia dipekerjakan untuk merawat majikan berumur tua.
SBMI menyebutkan selama dua bulan bekerja, Wilfrida merasakan perlakuan
layaknya bukan manusia. Menerima pukulan, bahkan siksaan.Selain itu, saat
diberangkatkan ke Malaysia untuk bekerja, Wilfrida adalah anak di bawah umur,
belum genap 17 tahun. Ia lahir di Belu tahun 1993. Keterangan ini dipalsukan
calo pada paspornya menjadi tahun 1989. Di dalam kehidupannya yang dimiskinkan
oleh system secara sistematis di Belu, ia termakan oleh iming-imingi gaji besar
oleh calo yang memberangkatkannya ke Malaysia sebagai PRT. SBMI mengatakan,
saat itu (Oktober 2010) pemerintah Indonesia tengah menghentikan sementara
penempatan TKI ke Malaysia. Tak ada satu pun TKI boleh ditempatkan ke Malaysia.
Wilfrida adalah korban sindikat perdagangan orang lintas negara dengan modus
rekrutmen yang memalsukan umurnya menjadi 21 tahun.
Menghentikan
Pengiriman ke Malaysia
Untuk itu SBMI melalui TimAdvokasi Ancaman Hukuman Mati Terhadap BMI (Buruh Migran Indonesia) mendesak
agar pemerintah untuk menyelamatkan Wilfrida dari hukuman mati tiang gantungan
di Malaysia dengan cara extraordinary dan melaporkan perkembangan informasi
kepada keluarga korban, organisasi buruh migrant dan masyarakat sipil lainnya. Kedua;mendesak
agar upaya membuka kembali pengerahan rakyat Indonesia untuk dijadikan buruh
migrant ke negara-negara yang terbukti melakukan pelanggaran HAM Berat terhadap
BMI/TKI yakni Malaysia dan Arab Saudi dihentikan secara permanen dan
selama-lamanya. Yang ketiga, mendesak agar Pemerintah RI segera menghentikan
pengiriman BMI/TKI ke Malaysia secara permanen untuk selamanya. Tidak ada lagi
kompromi pengerahan rakyat Indonesia untuk menjadi buruh di luar negeri karena
SBMI tidak percaya dengan janji memberikan perlindungan sejati bagi BMI/TKI.
Bahkan SBMI mendesak pemerintah agar memutuskan hubungan dengan negara Arab Saudi
dan negara-negara lain yang tidak bisa memberikan jaminan perlindungan bagi
rakyat Indonesia yang bekerja di negaranya. Selain itu, SBMI juga mendesak
Negara Republik Indonesia dalam hal ini melalui Pemerintahan Rezim SBY untuk
menangani langsung seluruh kasus ancaman hukuman mati terhadap warga negara
Indonesia di luar negeri secara extraordinary dan terfokus. Serta meminta agar
DPR RI meninjau ulang seluruh mekanisme perekrutan, penempatan dan sistem
perlindungan dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengerahan buruh
migran ke luar negeri.
(Ebed / derosaryebed.blogspot.com)
Posting Komentar