Selamat datang di Flores Island

Hakikat Reformasi Pendidikan

Sabtu, 15 Desember 20120 komentar

Kalau kita mau melihat keadaan dunia pendidikan kita secara jujur dan berani, maka kita akan melihat suatu tragedi dalam perjalanan sistem pendidikan kita. Kita akan melihat suatu sistem pendidikan yang sedikit demi sedikit telah kehilangan wawasan profesionalnya, dan kehilangan pula semangat patriotisme. Kita akan melihat suatu sistem pendidikan yang integritasnya sedikit demi sedikit digerogoti oleh kekuatan politik yang ada dalam masyarakat. Kita akan melihat suatu sistem pendidikan yang sedikit demi sedikit telah kehilangan wataknya sebagai suatu kekuatan kultural, suatu cultural force. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kita akan melihat degradasi dari suatu sistem pendidikan.
Kita melihat sistem pendidikan yang dapat dibanggakan. Dalam zaman kolonial dahulu, kita telah berhasil melahirkan suatu sistem pendidikan yang memiliki nasionalisme dan patriotisme yang sangat tinggi. Dalam zaman pendidikan Jepang, sistem pendidikan kita memperlihatkan suatu ketahanan yang sangat tinggi. Sekali lagi dalam zaman revolusi fisik, kita lihat bahwa sistem pendidikan kita memiliki ketahanan dan keluwesan yang sangat tinggi. Watak nasionalistik, patriotic, dan pengabdian ini tetap diperlihatkan oleh sistem pendidikan kita akhir tahun ’50-an. Akan tetapi, sejak tahun 1960 sedikit demi sedikit sistem pendidikan kita tidak memahami gejolak sosio-kultural yang terjadi di sekitarnya.
Jadi kalau sekarang ini kita ingin melakukan reformasi pendidikan yang benar-benar mendasar. Maka kita harus melakukan perubahan-perubahan yang dapat mengembalikan wawasan profesional yang telah hilang tadi. Kita harus melakukan perubahan-perubahan yang dapat mengembalikan semangat patriotisme kepada sistem pendidikan kita. Kita harus melakukan perubahan-perubahan yang dapat membuat sistem pendidikan kita dapat memahami proses sosio-kultural yang sedang berlangsung dalam masyarakat kita. Kita harus melakukan perubahan-perubahan yang dapat menyehatkan sistem pendidikan kita dari penyakit naivitas politik (political naivety).

Tindakan Perubahan
Ditinjau secara internal, reformasi pendidikan yang baru dapat dikatakan benar-benar terjadi kalau telah dilakukan langkah-langkah nyata untuk mengembalikan fungsi-fungsi pendidikan sepenuhnya kepada sekolah-sekolah kita. Ditinjau secara eksternal, reformasi pendidikan baru dapat dikatakan terjadi kalau telah dilaksanakan langkah-langkah yang membuat sistem pendidikan kita menjadi bagian integral dari reformasi besar yang kita dambakan bersama sekarang ini: politik, reformasi ekonomi, hukum, kultural, dan sebagainya.
Tinjauan internal. Di atas telah disebutkan bahwa dunia pendidikan sekarang ini mengalami kebekuan. Tidak ada gerakan-gerakan baru yang mendobrak segenap kondisi yang kita rasakan menyesakkan; tidak ada pandangan-pandangan baru yang segar, yang mampu mendorong kita mencari alternatif terhadap sistem yang kita rasakan mengecewakan ini; tidak pula ada kekuatan yang berani mengingatkan kita, bahwa dahulu kita pernah memiliki sistem pendidikan yang dapat dibanggakan.
Kebekuan dalam dunia pendidikan ini mulai timbul pada tahun 1963, yaitu ketika kebebasan berfikir dalam lembaga kita sedikit demi sedikit digerogoti oleh birokrasi pendidikan yang pada waktu itu mulai berwatak politis. Sejak 1978 muncul suasana yang sangat restriktif, yang pada dasarnya mengatakan bahwa yang boleh berfikir hanya birokrasi pendidikan saja. Birokrasilah yang menentukan segala-galanya dalam dunia pendidikan Indonesia. Sejak saat itu para guru dan petugas-petugas pendidikan lainnya merosot derajatnya, menjadi sekedar pelaksana dari segala sesuatu yang telah diputuskan oleh birokrasi. Guru sebagai tokoh yang mampu melihat kedepan sedikit demi sedikit hilang dari kehidupan sekolah. Yang muncul kemudian adalah guru yang bingung, guru yang ketakutan, guru yang dengan mudah dapat, ”digiring” oleh kekuatan politik.
Suasana seperti ini telah merusak iklim pendidikan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan kita. Dibeberapa universitas barangkali masih terdapat sisa-sisa iklim pendidikan yang benar, yaitu iklim pendidikan yang memberikan kebebasan berfikir kepada anggota-anggota staf pengajar, dan mempertahankan sikap kritis terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungan lembaga pendidikan. Akan tetapi ditingkat SD, SLTP, dan SLTA suasana pendidikan yang benar seperti ini telah hilang. Selama kebekuan ini tidak kita cairkan, selama itu pula sekolah-sekolah dan guru-guru kita tidak akan dapat melaksanakan tugas mendidik mereka secara benar; selama itu pula kita tidak akan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan fundamental yang terjadi di sekolah-sekolah kita.
Kalau kita betul-betul ingin melakukan reformasi pendidikan, maka yang mutlak kita lakukan ialah mengembalikan fungsi-fungsi pendidikan yang dirampas oleh birokrasi kepada sekolah dan guru. Kembalikan kebebasan mendidik kepada guru. Yang saya maksudkan dengan “kebebasan mendidik” ialah kebebasan untuk turut menetapkan apa yang akan di ajarkan dan bagaimana cara yang terbaik baginya untuk mengajarkan apa yang telah turut ditetapkan tadi. Kembalikan juga kebebasan untuk guru untuk turut mengevaluasi pengembangan murid-muridnya secara komprehensif. Begitu juga kebebasan untuk turut menentukan buku pelajaran dan alat-alat pendidikan lainnya yang akan dipergunakan di sekolah sehari-hari, harus di kembalikan kepada guru-guru.
Jadi ditinjau secara internal, reformasi pendidikan yang mendasar ialah reformasi pendidikan yang mampu mengembalikan otonomi pedagogis kepada sekolah dan guru. Reformasi seperti ini menuntut peninjauan ulang terhadap seluruh ketentuan yang ada mengenai hubungan birokrasi pendidikan, pada satu pihak, dengan sekolah dan para guru, pada pihak yang lain.
Jadi, reformasi pendidikan yang berarti dalam keadaan kita sekarang ini sangat bergantung kepada sikap dan tindakan birokrasi pendidikan. Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat, terutama oleh para orang tua dan para guru ialah mengemukakan dengan jelas segala sesuatu yang mereka rasakan tidak benar dalam kehidupan sekolah kita sekarang ini, dan mengemukakan secar jelas perubahan-perubahan yang ingin mereka lihat terjadi disekolah.
Tinjauan Eksternal
Inti reformasi politik kita rumuskan sebagai upaya untuk memulihkan dan mengembangkan demokrasi dalam masyarakat kita, maka apa yang harus kita lakukan ialah membuat sekolah kita mampu mengajarkan demokrasi kepada siswa. Murid-murid sekolah inilah yang dimasa depan akan meneruskan apa yang kita perjuangkan sekarang ini. Kalau sekolah mampu menanamkan dalam diri para siswa kecintaan yang cukup dalam terhadap demokrasi, maka masyarakat kita makin lama akan menjadi makin demokratis.
Kalau reformasi ekonomi kita rumuskan sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi yang bersifat terbuka dan adil, mengutamakan meritokrasi dan mencegah penyalahgunaan koneksi, serta mengupayakan timbulnya kehidupan ekonomi yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Ada tiga hal yang harus dilakukan oleh guru-guru disekolah, yaitu: (1) mendidik para siswa untuk menjauhi segenap praktek yang bersifat curang ; (2) mengajarkan kemampuan untuk mengetahui nilai ekonomis dari segenap pengetahuan dan keterampilan yang mereka kuasai, (3) pembiasaan para siswa untuk bersifat terbuka – bersedia dikontrol - dalam melaksanakan tugas-tugas kelompok. Dengan langkah-langkah seperti ini, sekolah akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses reformasi ekonomi yang berjalan di masyarakat.
Mengkaitkan reformasi pendidikan dengan proses reformasi hukum mempunyai dua aspek, yaitu : (1) mengadakan perubahan terhadap sejumlah instrumen hukum yang sekarang ini berlaku dalam masyarakat kita, dan (2) membuat seluruh lapisan masyarakat menghormati dan mentaati segenap hukum yang berlaku. 
Mengenai kedua aspek ini, sekolah hanya dapat berbuat sesuatu dalam hubungan dengan aspek nomor dua. Sekolah dapat mempersiapkan murid-murid untuk mempunyai rasa hormat dan taat terhadap hukum. Akan tetapi, sekolah tidak dapat berbuat apa-apa untuk membuat lahirnya instrumen-instrumen hukum yang lebih sesuai dengan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. 
Dilihat dari sudut pendidikan, masalah pembinaan sikap menaati hukum pada dasarnya adalah masalah mengajarkan ketaatan terhadap norma. Hukum adalah salah satu norma dalam kehidupan bermasyarakat. Kesalahan yang banyak terjadi dalam masyarakat kita dalam hubungan ini ialah bahwa bagi banyak anggota masyarakat “taat kepada hukum” berarti taat kepada perorangan atau lembaga yang dipandang mewakili hukum : polisi dan kepolisian, jaksa dan Kejaksaan, hakim dan pengadilan, Bupati, gubernur, dan pemerintah. 
Berdasarkan analisis diatas, menurut pandangan saya, reformasi pendidikan yang dapat membuat sekolah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses reformasi yang sedang berlangsung di masyarakat, ialah reformasi yang mengubah orientasi dasar sekolah dari orientasi yang menekankan intelektualitas semata ke orientasi yang menekankan intelektualitas dan kepekaan normatif sekaligus. Kepekaan normatif ini dicapai melalui pembiasaan kesadaran tentang makna nilai dan tata nilai. 
Untuk membimbing para siswa tumbuh menjadi manusia demokratis, diperlukan bimbingan pendidikan yang menuju ke perencanaan (internalisasi) nilai-nilai demokrasi. Untuk membimbing para siswa menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sesuai dengan tuntutan kehidupan ekonomi yang sehat, diperlukan bimbingan pendidikan yang membuat anak merasa muat setiap kali menyaksikan kecurangan, keserakahan, kemalasan, pemborosan, kebodohan, serta sifat-sifat lain yang bertentangan dengan tuntunan kehidupan ekonomi yang sehat tadi. Kebencian terhadap sifat-sifat ini adalah permulaan dari proses internalisasi terhadap nilai-nilai kejujuran, keadilan, rajin, hemat, serta terampil dan ahli, yaitu nilai-nilai yang bertolak belakang dengan nilai-nilai yang mendasari perilaku ekonomi yang kita dambakan bersama. Pada akhirnya, untuk membimbing para siswa menjadi manusia yang taat kepada hukum sebagai suatu norma, yang dibutuhkan ialah bimbingan pendidikan yang membawa anak kepada pengikatan diri secara sukarela (voluntary personal commitment) terhadap nilai-nilai yang diyakininya.
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger