Selamat datang di Flores Island

Perebutan Pulau dan Laut: Portugis, Belanda dan Kekuatan Pribumi di Laut Sawu Abad XVII-XIX (Bagian 5)

Kamis, 20 Desember 20120 komentar

Namun abad ke-17 kekuasaan Portugis atas daerah perdagangan di Nusantara mulai merosot karena terdesak oleh kekuatan maritim VOC. 
Beberapa wilayah yang masih dikuasainya adalah daerah sekitar pulau Timor dan sebagian Flores timur. Di wilayah ini pengaruh Portugis cukup kuat terutama dalam bidang kebudayaan dan penyebaran agama Katholik. Lembaga agama Katholik dari ordo Dominikan sangat dominan di terutama di Flores timur (daerah Larantuka) , Solor dan sebagian besar Timor.25 

Namun Portugis tetap berusaha untuk bangkit dengan memindahkan pusat perdagangannya di pelabuhan Makasar, yang sebelum tahun 1660 adalah pelabuhan bebas bagi kapal-kapal asing. Di Pelabuhan Makasar, mereka membeli Cengkeh, kayu cendana dan barang-barang lain sampai kemudian VOC mengambil alih pelabuhan Makasar dengan kekerasan senjata dalam Perang Makasar (1660-1667). Sementara itu daerah Macao di Cina dan daerah Sunda kecil (Timor, Solor dan Flores) masih dipertahankan sebagai daerah koloninya.26 

Dilihat dari sejarah kekuasaan politik Portugis di pulau-pulau di Nusa Tenggara bagian timur terlihat bahwa kekuatan Portugis amat lemah. Bahkan di akhir abad ke18, kedudukan Portugis di Lifau, daerah pantai utara Timor, dihancurkan oleh kekuatan bangsa Timur yang dipimpin oleh pasukan Topas (Larantuka) dan sekutunya di Timor. Sehingga sebetulnya Portugis kemudian hanya memiliki daerah Dili dan sekitarnya pada akhir abad ke-18, seperti yang diuraikan dalam penjelasan di atas. Jadi kalau dilihat dari lintasan historis yang telah disusun dalam uraian di atas, terlihat kemerosotan hegemoni politik dan ekonomi Portugal terjadi di seluruh wilayah Nusantara. 

Suatu kesimpulan yang salah kalau Portugis dianggap memiliki kekuasaan yang mutlak atas Flores, Solor, Alor, Timor dan sekitarnya, meskipun agama Kaholik dan kebudayaan Portugis yang diserap masyarakat melekat cukup kuat akibat interaksi kebudayaan Portugis selama hampir satu abad, selama abad ke-16. Namun kenyataannya daerah-daerah tersebut adalah kerajaan yang merdeka. 

Ada beberapa alasan yang menyebabkan, mengapa Portugis kalah bersaing dengan Belanda dalam pelayaran dan perdagangan di Nusantara. C.R. Boxer mengemukakan beberapa argumennya, bahwa kekalahan Portugis atas wilayah darat dan laut di kepulauan Nusantara ini terjadi karena beberapa sebab. Alasan kemenangan Belanda di Asia menurut C.R. Boxer dapat disimpulkan dalam 3 kelompok utama: pertama, Belanda memiliki sumber daya ekonomi yang kuat, kedua, memiliki sumber daya manusia yang besar, dan ketiga, memiliki kekuatan laut (sea power) yang kuat. Sebagai gambaran menurut Boxer, sebuah propinsi, di negeri Belanda memiliki kekayaan yang lebih besar daripada Kerajaan Portugal. Meskipun penduduk Belanda tidak sebesar Inggris atau Perancis, namun orang Belanda secara ekstensif menarik warga negara tetangganya, seperti Jerman dan negara-negara Skandinavia sebagai tenaga manusia dalam ketentaraan dan awak bagi armada niaga dan armada perangnya. Menurut catatan Antonio Vieira, armada dagang dan perang Belanda terdiri atas 14.000 kapal yang dapat dipakai untuk melayari perairan di Afrika dan Asia, sementara kekuatan laut Portugis sangat kecil. Bayangkan armada laut Belanda diawaki oleh hampir 250.000 pelaut dan tentara yang ada di kapal-kapal, sementara Portugis hanya memiliki 6.260 orang pelaut dan tentara untuk seluruh negara di dunia. 

Kelemahan inilah yang nantinya makin membuat pelayaran dan perdagangan Portugis di seberang lautan makin merosot pada abad ke18.27 Dengan demikian ketertinggalan Portugis dalam hal persenjataan dan tehnologi perkapalan dibandingkan dengan Belanda dan Inggris sangat mempengaruhi kekuatan armada Portugis. Namun yang lebih penting Belanda dengan VOC-nya, Inggris dengan EIC (Esat India Company) nya telah menggunakan cara-cara kapitalisme modern untuk melakukan perdagangan dan eksploitasi ekonomi dengan negeri-negeri penghasil rempah-rempah dan produk hutan lainnya yang sangat laku di pasaran. 

Penutup 

Banyak kajian sejarah yang sering tidak memperhatikan daerah pinggiran (pheriphery) seperti halnya wilayah kepulauan Nusa Tenggara Timur yang terdiri atas pulau Flores, Timor, Sumba, Sawu, Alor, Solor, Lembata dan lainnya. Sepertinya wilayah tersebut tidak berkembang dan dinamika politik dan ekonominya dianggap tidak terlalu penting dibandingkan wilayah lainnya di Indonesia, terutama pulau Jawa. Dari hasil rekonstruksi penulis tentang dinamika politik dan ekonomi di wilayah Nusa Tenggara Timur, ternyata wilayah ini telah menjadi ajang perebutan hegemoni antara Portugis, Belanda, dan kekuatan pribumi, yang berakhir dengan kekalahan kekuatan pribumi dan Portugis yang terpaksa tersingkir ke bagian timur Timor. 

Namun fakta sejarah juga menunjukkan bahwa Belanda sendiri belum mampu mengontrol wilayah tersebut, bahkan sampai abad ke-19. Perjanjian transfer kekuasaan antara Belanda dan Portugis di Lisabon tahun 1859 atas wilayah Flores, Solor, Adonara, pantar, lembata dan Alor senilai 80.000 Guilders merupakan cara-cara kolonial yang memaksakan kehendak. Karena sebetulnya pada abad ke-18 sampai abad ke-19, Portugis tidak mempunyai kekuasaan atas wilayah tersebut, karena riil berada pada kerajaan larantuka dan kerajaan-kerajaan merdeka di wilayah tersebut. Sepertinya Portugis hanya ingin mencari keuntungan dari keterlibatan Belanda untuk mengatasi perlawanan dari kaum Topas atau Larantuqueiros.


25.C. R. Boxer, The Portuguese Seaborne Empire 1415-1825, Hutchinson & Co, Ltd 1969, hal. 143 
26.Ibid, hal. 110-111 
27. C. R. Boxer, op.cit., hal 114 

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger