Selamat datang di Flores Island

Perebutan Pulau dan Laut: Portugis, Belanda dan Kekuatan Pribumi di Laut Sawu Abad XVII-XIX (Bagian 4)

Kamis, 20 Desember 20120 komentar

Cendana
Dalam kerajaan Serviao rajanya bergelar Sonobai yang berkedudukan di Amanuban, penduduk kerajaan Serviao adalah orang Dawan. Kelompok yang paling lemah adalah Belanda, bertahan di benteng Concordia di Kupang, sering terserang wabah penyakit. Garnisun Belanda di Kupang ini menghabiskan waktunya untuk bertahan menghadapi serangan dari kelompok-kelompok lainnya.19 

Pada tahun 1758 pasukan Belanda dipimpin oleh Pluskow mengadakan kerjasama dengan orang-orang Atoni menyerang dan mengalahkan pasukan Larantuka (Topas) di Noimuti. Namun usaha perluasan kekuasaan Belanda ini terhenti tahun 1764 karena serangan pasukan Portugis dari Lifau, dan berhasil mengalahkan pasukan Belanda termasuk komandannya Pluskow ikut terbunuh. Kejadian yang cukup penting dicatat adalah kekalahan pasukan Portugis di Lifau melawan serangan pasukan Larantuka (Topas) yang telah mengepung benteng Lifau. Pada bulan Agustus tahun 1769, Jendral Jose Telles de Menezes dan pasukannya terpaksa meninggalkan Lifau dan mencari tempat yang baru bagi pasukannya. 

Dengan dua buah kapal besar, Vicente dan Santa Rosa dan kapal-kapal kecil penguasa Lifau dan robongannya bergerak ke arah timur, sampai di Batugede, wilayah ini berbatasan dengan Atapupu yang dikuasai Belanda. di daerah Batugede, armada ini mendarat untuk persiapan perjalanan selanjutnya. Pelayaran dilanjutkan ke Vemasse, sebuah kerajaan besar, pusat kegiatan missi Katholik, namun karena wilayah ini tidak memiliki teluk dan mudah diserang musuh, armada bergerak lagi lebih ke timur. Sesampainya di Kerajaan Mota Ain Dili, armada berhenti dan diputuskan untuk menjadikan Dili sebagai pusat pemerintahan Portugal di Timor.20 

Meskipun wilayah Dili merupakan tempat yang kurang menarik, tanahnya berawa-rawa penuh dengan nyamuk penyebar malaria dan demam kuning. Namun tempat ini dirasakan cukup aman dari serangan pasukan Larantuka karena terletak jauh di pantai utara bagian timur.21 .Meskipun Portugal tidak menguasai secara politik daerah Nusa Tenggara bagian timur, namun Gubernur Jenderal Portugis di Dili, Lopes de Lima menawarkan pengalihan kekuasaan atas beberapa wilayah di Nusa Tenggara bagian timur kepada pemerintah Hindia Belanda di Batavia, tahun 1854. Penawaran transfer kekuasaan atas wilayah yang dikuasai oleh Kerajaan Larantuka di Timor barat, Flores, Adonara, Solor, Lomblen, Pantar, dan Alor oleh pemerintah Portugis di Dili kepada pemerintah Belanda dengan pembayaran 200.000 Guilders, dimaksudkan antara lain agar pemerintah Hindia Belanda mau mengambil alih kekuasaan orang-orang Topas (Larantuqueiros) atas wilayah tersebut. 

Tawaran ini dengan segera disambut oleh pemerintah Hindia Belanda yang menginginkan konsolidasi teritorinya di seluruh wilayah Nusantara. Kemudian pemerintah di Batavia memberikan pembayaran pertama sebanyak 80.000 Guilders tunai kepada Gubernur Portugis di Dili. Kesepakatan antara Dili dan Batavia ini ternyata tidak diketahui oleh pemerintah Portugis di Lisbon, dan menimbulkan protes dari pemerintah pusat Portugal. Namun akhirnya perjanjian pengalihan kekuasaan ini diratifikasi pada tahun 20 April 1859 di Lisabon, ibukota Portugis.22 

Sepertinya keinginan Gubernur Portugis di Dili ini merupakan satu cara untuk mengatasi kekacauan dan terganggunya keamanan di daerah yang diduduki Portugis. Selain dari penguasa pribumi di Timor, ancaman yang terbesar adalah ekspansi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda di Timor. Pada tahun 1818, residen Timor, J. A. Hazaart, yang berkedudukan di Kupang melakukan serangan militer dan berhasil menguasai kota pantai Atapupu yang dikuasai oleh Portugis yang terletak di pantai utara Timor. Dalam peperangan tersebut pihak Belanda merekrut pasukan dari orangorang Rote dan Sawu, bahkan sebagian penduduk Sawu dan Rote dimukimkan di sepanjang pantai utara Timor untuk mengurangi kekuatan Kerajaan Sonbai. Serangan-serangan juga dilakukan untuk menaklukkan kerajaan Amanuban yang dituduh Belanda, menyerang sekutu-sekutu Belanda di Timor pada tahun yang sama.

Pada tahun 1828 Kerajaan Sonbai Besar juga diserang karena tidak mau tunduk kepada Belanda. namun dari serangan-serangan tersebut pihak Belanda tidak berhasil mengalahkan rajaraja (liurai) Timor tersebut. Sehingga selama abad ke19 kekuasaan Belanda hanya terkonsentrasi di wilayah Kupang dan sekitarnya saja. Ditambah dengan kekuasaan terbatas di kerajaan-kerajaan sekutu seperti Amarasi dan Sonbai kecil, wilayah Atapupu dan Kerajaan Maubara yang ada di dekat kota Dili, Kerajaan Maubara menjalin hubungan dengan Belanda karena kecewa dengan tindakan pemerintahan Portugis di Dili.23 

Pertikaian di Pulau Timor masih berlangsung sampai pertengahan bad ke-19. Tahun 1836, Kerajaan Sonbai, Amanuban dan Amfoang bersekutu untuk melawan kekuatan Belanda, mereka menyerang daerah-daerah sekitar Pulau Timor. Peperangan yang terjadi masih berlanjut antara pasukan Belanda dengan prajurit Sonbai pada tahun 1843, bahkan Kerajaan Manbait sekutu Sonbai pada tahun 1847 menyerang kampung orang Rote, sekutu Belanda di Nunkurus, yang terletak di pantai utara Timor.24 

Kondisi seperti inilah yang menjadi alasan Gubernur Dili melakukan penawaran transfer kekuasaan di Flores dan sekitarnya, dengan harapan Belanda menghentikan ekspansinya ke Timor bagian timur. Suatu ironi telah terjadi pada waktu itu, sebagai negara imperialis Portugis telah menjual daerah seberang lautan yang nyata-nyata tidak dikuasainya kepada negara Eropa lainnya. Portugis tidak pernah mempunyai kekuatan untuk mendirikan basis militer, politik dan ekonominya di wilayah Nusa Tenggara bagian timur kecuali Timor bagian timur dan daerah Oikussi. Meski begitu kebanyakan penguasa lokal masih memerintah secara mandiri wilayahnya, karena secara politik pemerintah Hindia Belanda sendiri baru pada awal abad ke-20 menguasai penuh secara de facto atas wilayah kepulauan di Nusa Tenggara bagian timur. 

Perkembangan pada abad ke-19, hasil kayu cendana masih mendominasi perdagangan antar pulau di Timor. Namun penduduk Larantuka kemudian lebih memilih mengelola tanah pertaniannya. Mereka membuka ladang-ladang untuk ditanami jagung, mananam tembakau dan mengelola perkebunan kelapa untuk dijadikan kopra yang dapat diolah menjadi minyak kelapa. Di samping itu kegiatan mencari ikan masih merupakan profesi penduduk di tepi pantai. Perdagangan dengan daerah-daerah lainnya terutama dengan pedagang Makasar semakin meningkat, kapal-kapal padewakang berdatangan membawa barang-barang dari Malaka dan Jawa untuk ditukarkan dengan produk-produk setempat. 

Dari deskripsi yang bisa kita lihat dari perebutan hegemoni politik, dan ekonomi di Nusantara selama abad ke-17 sepertinya tidak berpihak lagi kepada Portugis. Pada abad sebelumnya Portugis dengan kekuatan armadanya berhasil mengalahkan kekuatan lokal di Nusantara, terutama penaklukkan bandar Malaka dan beberapa daerah di Ambon dan Ternate.

19.Ronald Daus, op. cit., hal. 53

20. Eugenio do Coracao de Jesus Sarmento, loc. cit., hal. 11-12
21.Ronald Daus, op. cit., hal. 53-54
22.Ronald Daus, op. cit., hal. 55, Lihat Juga Regeerings Almanak 1880
23.I Gde Parimartha, Perdagangan dan Politik di Nusa Tenggara 1815-1915, Penerbit
Djambatan-KITLV, Jakarta, 2002,  hal. 165-166
24.A.D.M. Parera, Sejarah Pemerintahan Raja-Raja Timor, Sinar Harapan, Jakarta, 1994.,
hal.  270-271


Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger