Selamat datang di Flores Island

Perebutan Pulau dan Laut: Portugis, Belanda dan Kekuatan Pribumi di Laut Sawu Abad XVII-XIX (Bagian 3)

Kamis, 20 Desember 20120 komentar


Sampai tahun 1750 kedua keluarga ini bertarung untuk memperebutkan kekuasaannya di Flores dan sekitarnya. Mereka saling menyerang, merampok dan membunuh untuk mendapatkan kekuasaannya, sampai tahun 1750 ketika mereka sepakat untuk menjalankan sistem kekuasaan yang bergilir. Selain itu desa-desa kristen yang sudah berkembang menjadi kekuatan lokal membentuk aliansi Lima Panti (lima pemukiman), yang terdiri atas Adonara, Lamahal dan Terong di Pulau Adonara dan Lawayong dan Lamakera di Pulau Solor. Mereka juga bekerjasama dengan penguasa Larantuka untuk menghadapi kekuatan orangorang Islam yang juga dianut oleh penduduk di daerah pedalaman. Penguasa Larantuka juga lambat laun mempengaruhi dan menguasai daerah-daerah lainnya di Flores, seperti Sikka, Lio dan Endeh. Mereka biasanya akan mengerahkan pasukan untuk menekan para penguasa lokal agar mau memeluk agama Katholik.14 

Meskipun pengaruh kebudayaan Portugis cukup kuat dalam masyarakat Larantuqueiros, namun mereka tidak merasa di kuasai oleh pemerintah Portugal. Sesungguhnya mereka adalah kekuatan yang merdeka dan berdiri sendiri. Selama abad ke17 dan 18, hanya ada dua kapal angkut Portugis yang berlayar dari Goa (India) ke Larantuka, dan tidak ada seorangpun wakil resmi kerajaan Portugal yang berkunjung ke Larantuka 
selama periode tersebut. 

Pada akhir abad ke-17, pemimpin Larantuka mulai melihat bahwa perdagangan kayu cendana asal Timor sangat menguntungkan sehingga mereka juga ingin terlibat dalam penguasaan perdagangan kayu cendana. 
Dengan menggunakan kekuatan angkatan perangnya, pemimpin Larantuka ingin menguasai daerah perdagangan kayu cendana di tempat asalnya, Timor. Pada tahun 1640, dikirim satu patroli untuk menduduki wilayah Lifau, yang terletak di pantai utara Timor. Daerah Lifau dikenal dengan wilayah yang kaya dengan hutan kayu cendana. Dengan menggunakan perahu mereka menyusuri sungai menuju ke hutan kayu cendana. Lingkungan alam berupa pegunungan yang tinggi melindungi mereka dari serangan suku-suku pedalaman Timor. 

Keluarga da Hornay dan da Costa menggunakan pasukan bersenjatanya untuk memaksa para Liurai (raja setempat) untuk bernegosiasi. Namun tak jarang serangan bersenjata yang mematikan dengan menggunakan musket (senapan) dilakukan oleh orang Topas untuk menguasai perdagangan kayu cendana. Sekitar tahun 1675, Antonio da Hornay, anak dari Jan de Hornay, komandan benteng VOC di Solor yang membelot ke pihak Larantuka-Portugis menjadi pemimpin Larantuka, dia bahkan menobatkan dirinya sebagai raja tanpa mahkota dari Timor (Uncrowed King of Timor), karena dia mempunyai kekuasaan untuk mengatur lalu-lintas perdagangan kayu cendana, berupa kekuatan untuk menaikkan harga dan bahkan melarang penjualan kayu cendana kepada para pedagang asing. 

Perluasan kekuatan Larantuka di Timor diperoleh dari perkawinan Antonia da Hornay dengan anak perempuan Raja Ambeno di Timor.15 Perebutan kekuasaan di Nusa Tenggara bagian timur terus dilakukan oleh VOC, dengan menaklukkan Kupang di ujung selatan Pulau Timor tahun 1653. Setelah penaklukkan VOC membangun benteng (Fort) Concordia sebagai pusat basis pertahanan, politik dan ekonomi di Pulau Timor. Pemerintah Belanda (VOC) berupaya untuk memperluas wilayahnya di Timor, pada tahun 1655, Jacob van der Hijden, komandan yang membawahi Solor menaklukkan kerajaan Sonbai di Timor. Banyak bangsawan Solor dan serdadu Belanda yang tewas dalam peperangan tersebut, termasuk van der Hijden sendiri yang tewas ditusuk pedang oleh Antonio da Hornay pemimpin Kerajaan Larantuka.16 

Di pihak lain Portugal juga merasa bahwa ekspansi Larantuka ke Timor dilakukan bukan atas nama Portugal, sehingga Gubernur Makao mengirim Antonio Coelho Guerreiro dengan seratus prajurit untuk membuka basis di Timor. Dalam persinggahannya di Larantuka, dia diusir oleh Raja Larantuka, Domingos da Costa. Guerreiro bersama pasukannya akhirnya mendarat di Lifau, Timor, pada tahun 1702. Di Lifau, dia bersama pasukannya membangun dengan susah payah benteng dari tanah lumpur, 
sampai akhirnya berdirilah sebuah kota kecil. Raja Larantuka menganggap bahwa kedudukan Portugis di Timor adalah tindakan penyusupan atas wilayahnya, seperti yang dilakukan oleh Belanda. Pasukan Larantuka (Topas) kemudian mengepung benteng Lifau selama dua tahun, banyak pasukan Portugis yang mati kelaparan akibat pengepungan tersebut. Pengepungan ini juga disebabkan karena kebijakan Gubernur Portugis di Laifau yang menyatakan semua kerajaan di sekitar Lifau berada dibawah kekuasaan Gubernur. 

Sehingga Raja Oikussi, Domingos da Costa, memimpin penyerbuan di bantu oleh orang-orang Belanda dan penduduk Oikussi terhadap benteng Portugal di Lifau. Pemimpin Portugis, Guerreiro akhirnya menyerah kalah kepada pasukan Topas tahun 1704.17 Namun orang-orang Portugis nantinya membangun kembali kekuatannya diwilayah ini dengan bantuan pasukan dari Makau dan Portugal. Periode ini mengawali keadaan yang kacau di Pulau Timor akibat perebutan pengaruh dari empat kelompok. Pertama, adalah kekuatan Larantuqueiros (Topas), Portugis, Belanda dan raja-raja (liurai) di Timor.

Di antara empat kelompok ini, mereka saling beraliansi untuk menghancurkan kelompok lainnya. Namun setelah aliansi ini menang, kelompok dalam aliansi tersebut kemudian saling menyerang satu sama lain. Kekuasaan Larantuka berupaya menjalin aliansi dengan pemimpin lokal di Timor, dengan jalan mempengaruhi kepemimpinan lokal atau dengan cara mengawini puteri Liurai untuk mendapatkan kekuasaan atas mereka. Orang Portugis juga seringkali menjalin hubungan dengan para liurai dengan iming-iming penghargaan medali dan gelar kebangsawanan. Jenderal Guerreiro bahkan telah memberikan gelar kepangkatan coronel kepada dua puluh liurai dari Timor. 

Orang-orang Timor yang menjadi penguasa yang lebih rendah tingkatannya mendapat gelar capitao atau feitor. Raja Atoni di Timor memakai gelar kolnelrai (colonel king) untuk dirinya.18 Sementara itu kekuatan raja-raja lokal di Timor terdiri dari 46 kelompok suku yang tinggal di bagian timur Pulau Timor, mereka tergabung dalam ‘perhimpunan Bellos” yang diperkirakan dapat memobilisasi 40.000 pasukan. Kerajaan Belos ini berpusat di Laran dan rajanya bergelar Maromak Oan (anak tuhan). Sedangkan di bagian barat Timor terdiri atas 16 suku yang di pimpin oleh kerajaan Serviao, yang memiliki kekuatan 25.000 pasukan.

14. Ronald Daus, op. cit.,, hal. 43-44
15.Untuk melihat asal-usul dinasti Raja Larantuka yang menurunkan apa yang dikenal
dengan kekuasaan kaumTopas lihat, R.H. Barnes, loc. cit., hal. 230, lihat juga Ronald Daus, op. cit.,hal. 50
16. R. H. Barnes, loc. cit,, hal. 231
17.Ronald Daus, op. cit., hal. 51-52, lihat juga Eugenio do Coracao de Jesus Sarmento,
‘Sejarah Lahirnya Kota Dili dan Perkembangannya’, Makalah Kongres Nasional Sejarah, Depdikbud,1996, hal. 9-10. Ronald Daus, op. cit., hal. 53
18.Ronald Daus, op. cit., hal. 52-53, lihat juga Eugenio do Coracao de Jesus Sarmento, loc.
cit., hal. 1



Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger