Sekali Pukul, Matilah Si Anak Jenderal Polisi Itu
Menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) tak pernah terbayang dalam benak Endang Hidayat. Terlebih, saat mendapati hidupnya sudah dalam hitungan bulan menuju pedang tajam algojo pemerintah Arab Saudi yang hendak memenggal kepalanya.
Merantau ribuan kilometer jauhnya ke Arab Saudi pada 2002 silam, mungkin menjadi jalan terakhir baginya untuk menyelamatkan ekonomi keluarga.
Berbekal cerita kesuksesan tetangganya, lelaki 43 tahun itu memberanikan diri menjadi TKI melalu jasa penyalur resmi. “Pekerjaan menjadi sopir di sini sudah sepi sehingga membuat saya bingung menghidupi keluarga. Saya nekat aja berangkat setelah mendengar cerita pengalaman teman saya,” tutur Endang
saat ditemui di rumah sederhananya di Jl Sukodono, Ampel, Surabaya , Senin (27/6/2012).
Dengan modal Rp 7,5 juta hasil tabungannya, Endang mendaftarkan diri ke penyalur resmi di kawasan Jl Asem Bagus, Surabaya. Dari sana , Endang kemudian ditampung di Jakarta sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi.
“Saat di Jakarta, ada seorang Arab yang menyeleksi beberapa calon TKI untuk dijadikan sopir pimpinanya. Dari sekian banyak yang diseleksi, Alhamdulillah saya yang lolos. Kemudian saya diberangkatkan pada 22 Juni 2002, saya ingat betul tanggal itu,” imbuhnya.
Sampai di Arab Saudi, tepatnya di kota Riyadh , Endang baru sadar kalau terpilih bekerja di keluarga terpandang di ibu kota negara berhukum Syariat Islam itu. Majikannya bernama Humoud Al Arfas, yaitu seorang perwira tinggi Askara atau tentara angkatan darat.
“Majikan saya adalah jenderal bintang dua. Keluarganya juga pejabat penting. Besan majikan saya itu Syeikh Riyadh atau seperti ketua MUI di Indonesia. Tapi meskipun begitu, mereka sangat baik kepada saya,” tuturnya.
Bercerita tentang mantan majikannya itu, Endang tampak menahan haru. Dia tidak membayangkan kebaikan sang majikan saat mengalami peristiwa yang tersulit selama hidupnya beberapa tahun setelah datang di Arab Saudi. Kelopak mata Endang terlihat menahan air mata yang bisa sewaktu-waktu jatuh.
Endang mengaku hari-harinya dilewati dengan baik di rumah sang majikan. Saat pertama bekerja, Endang mendapatkan upah 1000 Riyal atau setara Rp 2,5 juta per bulan. Setiap tahunnya Endang diperbolehkan mengambil cuti pulang ke Indonesia sampai dua bulan.
Lelaki kelahiran Jawa Barat itu mengaku diperlakukan dengan baik di keluarga itu. Bahkan, setahun berkerja, sang majikan menghajikannya dengan cuma-cuma. “Alhamdulillah saya diberangkatkan haji oleh Pak Humoud,” kenangnya.
Tahun berlalu, dilewati Endang dengan bahagia. Selain bisa menghidupi istri dan tiga anaknya, Endang sudah bisa sedikit menabung untuk pengobatan sang ibu yang sudah menua.
Bak roda berputar, kehidupan berubah jadi malapetaka pada 2007. Endang tak akan lupa dengan peristiwa yang dialaminya pada 21 Januari 2007. Dengan suara terdengar lirih. Endang bercerita kalau hari itu, dia disuruh anak majikannya untuk membeli krupuk, beras dan minuman buah leci khas Indonesia. Ia segera pergi menuju toko khusus menjual produk makanan Indonesia sekitar pukul 10.30 waktu setempat.
“Kebetulan, anak majikan saya suka sekali dengan makanan Indonesia,” terang Endang.
Usai berbelanja, Endang balik menuju mobil. Namun, belum sampai mobil, Endang dipanggil seorang Arab yang memiliki kantor di sebelah toko.
Lelaki Arab bertubuh besar itu bertanya kepadanya apakah dia orang Indonesia. Ketika Endang membenarkan pertayaan itu. Lalu dia mengatakan kalau Orang Indonesia itu rusak semua dan jago merokok.
"Saya tanggapi omongan itu bahwa di dunia ini ada yang baik dan ada yang rusak. Termasuk di Arab Saudi pasti ada orang yang rusaknya,” jawab Endang kala itu.
Mendengar jawaban itu, orang Arab tersebut langsung menghajar Endang. Bertubi tubi pukulan mendarat telak di wajahnya. Endang tidak membalas dan hanya menghindari karena kedua tangannya erat membawa belanjaan pesanan majikan.
Hingga akhirnya Endang didorong dan tersudut di mobil. Tangan si Arab ini mencekik lehernya. Saking kuatnya tenaga si Arab itu, tubuh Endang sampai terangkat.
“Saya kehabisan nafas. Karena itu, saya pindahkan kresek di tangan kiri dan kemudian tangan kanan saya memukulnya ke arah perut,” kenang Endang.
Bukkkk….dengan sekali pukulan, si Arab itu roboh dengan mulut mengeluarkan darah. Kondisinya seperti sekarat hingga membuat Endang lari ketakutan. Endang kemudian dikejar tiga teman si Arab itu dan mengeroyoknya. Untung ada warga Mesir, Siria dan dua orang Indonesia yang melerai mereka.
Endang kabur ke rumah majikan dan menceritakan kejadian itu. Berselang satu jam, dia datang kembali ke lokasi kejadian dengan diantar anak majikannya. Betapa kagetnya Endang saat mengetahui orang yang dipukulnya tadi meninggal saat dibawa ke rumah sakit.
Dia semakin panik kala mengetahui yang tewas itu adalah anak dari jenderal polisi bermarga Al Gathani. Bayangan pisau pancung pun sudah jelas tergambar di depan mata Endang.
“Saya hanya berpikir kalau saya pasti mati karena qisas, Syariat Islam yang menyebutkan nyawa balas nyawa,” kata Endang yang akhirnya tak kuasa menahan tangis.
Atas peristiwa itu, polisi dari Al Murouj (setingkat polres di Indonesia ) menangkapnya. Endang ditahan selama 100 hari sebelum dilayar ke Rutan Malas. Hukuman mati sepertinya sudah menjadi takdir Endang yang merasa frustasi karena tidak mendapatkan perhatian dari Kedutaan Besar Republik Indonesia
(KBRI) di Riyadh.
Posting Komentar