Beraneka persoalan tenaga kerja Indonesia, khususnya yang
bekerja di sektor informal sebagai pekerja rumah tangga, masih jadi sorotan.
Salah satunya soal jaminan kepastian penghasilan. Di tengah upaya pemerintah
memperbaiki gaji TKI, muncul iklan diskon jasa TKI di Malaysia.
Kepastian penghasilan bagi TKI bekerja di sektor informal harus
terus jadi perhatian. Soalnya, dari total 188.059 TKI yang terdata sepanjang
Januari-Mei 2012, sekitar 60 persen bekerja di sektor informal. Sebanyak 50.062
orang jadi pekerja rumah tangga (PRT) terutama di Malaysia, Singapura, dan
Hongkong. Mereka rentan pulang tanpa membawa gaji memadai.
Gaji PRT di tiap negara berbeda-beda. Sesuai dengan revisi nota
kesepahaman (MOU) Pemerintah Indonesia-Malaysia tahun 2011, gaji TKI yang
bekerja sebagai PRT di Malaysia minimal 800 ringgit atau Rp 1,8 juta. Sementara
gaji PRT di Singapura dan Hongkong, yang sudah diatur oleh keputusan menteri
tenaga kerja dan transmigrasi tahun 2012, masing-masing 500 dollar Singapura
(sekitar Rp 3,6 juta) dan 3.920 dollar Hongkong (sekitar Rp 4,6 juta).
Untuk ukuran Indonesia, angka-angka ini mungkin cukup besar.
Namun, di balik gaji jutaan rupiah itu, ada juga kewajiban yang harus dipenuhi
TKI. Untuk ke Singapura, TKI harus menanggung cost structure atau biaya
perekrutan sampai pemberangkatan. Nilainya, untuk TKI dari Pulau Jawa ke
Singapura, adalah Rp 12,6 juta. Untuk ke Hongkong dan Malaysia, nilai cost
structure masing-masing Rp 12,3 juta dan Rp 5,4 juta. Jika dihitung, saat akan
bekerja, TKI harus memenuhi kewajiban setara 3-4 bulan gaji yang akan mereka
terima.
Jumlah ini bisa saja membesar saat agen ikut mempermainkan
biaya. Kasus itu kerap terjadi selama ini. Untuk bisa bekerja di Hongkong,
tidak sedikit TKI yang menanggung biaya penempatan hingga Rp 25 juta. Jumlah
itu lebih mahal Rp 10 juta dari Aturan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan
Tenaga Kerja Nomor KEP.186/PPTK/VII/2008.
Hal serupa terjadi pada TKI yang akan bekerja di Malaysia.
Sebagian dari mereka harus menanggung biaya penempatan 3.850 ringgit Malaysia
(Rp 12,3 juta), melebihi ketentuan biaya yang dibayarkan oleh PRT senilai 1.250
ringgit Malaysia atau Rp 4 juta sesuai MOU Indonesia-Malaysia tahun 2006.
Sebagian TKI pun bermasalah dengan majikan, bekerja tanpa gaji.
Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, sepanjang Januari-Mei 2012
saja ada 869 kasus TKI yang tidak mendapat gaji dan 3.209 kasus TKI yang
menghadapi majikan bermasalah. Kasus ini lebih banyak lagi pada tahun
sebelumnya. Tahun 2008-2011, rata-rata per tahun ada 2.500 kasus TKI yang
bermasalah dengan gaji tidak dibayarkan.
Risiko yang dihadapi TKI PRT tentu berkurang jika mereka bekerja
di negeri sendiri. Persoalannya, pemerintah belum bisa menyediakan lapangan
kerja yang memadai. Gaji yang diterima juga kurang menarik ketimbang di luar
negeri.
Sebagai gambaran, per Februari 2012 masih ada 7,3 juta
penganggur di Indonesia. Sekitar 3,8 juta di antaranya tamatan SD hingga SMP.
Dari sisi gaji, PRT di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya rata-rata
menerima Rp 600.000 hingga Rp 1 juta per bulan. Dari data Kemenakertrans pada
Februari 2012, rata-rata pekerja tamatan SD menerima gaji Rp 778.000 per bulan.
Adapun pekerja berpendidikan SMP rata-rata bergaji Rp 960.000 per bulan.
(BIMA BASKARA/Litbang Kompas..Kompas.com)
Posting Komentar