Selamat datang di Flores Island

TKI dan Problematikanya

Kamis, 10 Januari 20130 komentar


sbmidpn.blogspot.com

SOLI GADIS SUMBA
***
kecuali di istanaistana punya lelakilelaki bule
seratus soli ada di sana
bukan jadi putri atau permaisuri
seratus soli hanya jadi babu
pemuas nafsu pembersih kamar
sekaligus tukang cuci sekaligus koki

seratus soli duaratus soli
jadi babu di sumba

lalu
soli tak lagi ada di sumba
seribu soli jadi babu di negeri jiran
sejuta soli jadi babu di gurun pasir
***
(Rieke Dyah Pitaloka, Soli Gadis Sumba dalam antologi Sumpah Saripah)
Demikianlah cuplikan puisi berjudul Soli Gadis Sumba yang ditulis oleh Rieke Dyah Pitaloka. Puisi ini menceritakan tentang Soli, seorang gadis sumba, yang menjadi babu di negeri tetangga. Namun, hidupnya penuh dengan berbagai penderitaan dan tekanan selama bekerja di sana. 

Barangkali, pemikiran kita nyaris sama dengan mbak Rieke bahwa  kondisi TKI sangat mengenaskan. Soli dalam puisi hanyalah potret sekilas dari soli-soli lain di luar sana. Padahal, mereka mengadu nasip ke negeri tetangga untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sungguh ironi ketika mereka menyumbangkan devisa yang sangat besar pada negara, ternyata minim sekali layanan dan perlindungan yang diperuntukkan bagi mereka. 

Pada postingan kali ini, saya akan mengulas sedikit tentang TKI yaitu sekilas pandang tentang mereka, problematika, dan cara yang bisa kita lakukan untuk peduli pada mereka. 
A. SEKELUMIT TENTANG TKI

Sebelum membahas tentang TKI, alangkah baiknya jika kita tahu terlebih dahulu siapakah mereka. TKI merupakan kepanjangan dari Tenaga Kerja Indonesia. TKI merupakan istilah yang diberikan pada warga Indonesia yang merantau ke luar negeri untuk bekerja atau mencari penghasilan dalam kurun waktu tertentu. Istilah ini digunakan untuk semua jenis kelamin. Namun, untuk  TKI wanita lebih umum disebut dengan TKW (Tenaga Kerja Wanita). 

Keberadaan TKI bagi Indonesia sangat menguntungkan. Pertama, mereka adalah penyumbang devisa yang sangat besar. Sumbangan mereka mencapai angka lebih dari 100 trilliun setiap tahun. Luar biasa banyak bukan? Kedua, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan mensejahterakan hidup  keluarga. Ketiga, mengurangi jumlah pengangguran. 

Jumlah TKI yang merantau ke luar negeri sangat besar. Berdasarkan data yang dilansir oleh BNP2TKI, ada 12 negara yang tercatat sebagai tujuan terbesar TKI indonesia. Peringkat pertama dipegang oleh Saudi Arabia dengan jumlah tenaga kerja mencapai 1,4 juta pada kurun 2006-2012.

Penempatan TKI (bnp2tki.go.id)

TKI tersebut dibagi menjadi TKI formal dan informal. TKI formal merupakan tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang nantinya ditempatkan berdasarkan kompetensi tersebut. Misalnya tenaga kesehatan. Adapun tenaga informal yaitu tenaga kerja yang masih minim  kompetensi. Tenaga seperti ini ditempatkan menjadi pembantu rumah tangga.

TKI formal memiliki peluang pekerjaan yang lebih baik dibandingkan TKI informal. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Namun, jumlah TKI formal lebih sedikit dibandingkan dengan TKI informal. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kemenakertrans pada 2011, jumlah TKI formal hanya 264.756 orang (45,56%), sedangkan TKI informal mencapai 316.325 orang (54,44%) (bisnis.com, 13/7/2012)

Mengapa jumlah TKI sangat besar? Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi para TKI untuk merantau. 
  • Minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia di lingkungan sekitar mereka. Inilah alasan terbesar mengapa orang-orang memilih menjadi TKI di luar negeri. 
  • Tuntutan biaya hidup yang semakin besar. Misalnya untuk menyekolahkan anak, mensejahterakan hidup keluarga, dan membeli kebutuhan hidup lainnya.
  • Jumlah gaji yang diterima ketika menjadi TKI cukup besar dibandingkan dengan gaji di Indonesia. Sebut saja gaji menjadi pembantu rumah tangga. Gaji di Indonesia berkisar 500 ribu-750 ribu rupiah. Padahal kalau di Arab Saudi, mereka digaji 700 riyal atau setara dengan Rp 1.610.000.  
  • Ajakan anggota keluarga yang telah menjadi TKI terlebih dahulu. Keluarga bisa menjadi link sekaligus orang yang bisa dipercaya untuk bisa menjaga anggota keluarga lain yang berniat pergi merantau. 
  • Lingkungan tempat tinggal yang masyarakatnya sudah menjadi TKI turun temurun.
B. PROBLEMATIKA YANG MEMBELIT TKI DAN POTRET LAYANAN & PERLINDUNGAN UNTUK MEREKA 

Menjadi TKI bukan tanpa masalah. Banyak sekali problematika yang muncul menyertai kisah para perantau tersebut. Problematika tersebut terjadi ketika  prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. 

Masalah prapenempatan misalnya pemalsuan identitas dan dokumen pemberangkatan, minimnya pelatihan, dan penipuan oleh calo. Saat penempatan muncul masalah seperti eksploitasi kerja, gaji tak dibayar, pembatasan ibadah/komunikasi dengan keluarga, dan kekerasan oleh majikan. Adapun masalah yang muncul saat purnapenempatan adalah penipuan, disharmonis dengan keluarga, hamil, dan sakit (buruhmigran.or.id, 21/6/2012).

Masalah yang paling santer dibahas tentu kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI. Berdasarkan laporan dari dubes RI di seluruh indonesia, tercatat 4.532 kasus kekerasan sepanjang tahun 2010 (suarapembaharuan.com, 3/12/2010). Adapun negara yang memiliki tingkat kasus tertinggi dipegang oleh Malaysia dan disusul dengan Arab Saudi. Berdasarkan data yang dilansir oleh Migran Care, 1000 kasus kekerasan tercatat di Malaysia dan 57 kasus di Arab Saudi pada 2010 (republika.co.id, 19/11/2010)

Selain itu, problematika juga  muncul karena belum optimalnya perlindungan dan layanan publik penempatan bagi mereka. Meskipun sudah muncul berbagai institusi dan layanan pro-TKI seperti Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan TKI (BNP2TKI), Badan Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) hingga layanan Call Center Bebas Pulsa 08001000, belum ada yang bisa memberikan layanan memuaskan untuk para TKI. Bahkan muncul spekulasi kalau pengurusan Kartu tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) digunakan untuk ajang mencari uang oleh oknum tertentu (buruhmigran.or.id, 19/10/2011). 

Selain institusi dan layanan yang belum optimal, problematika TKI muncul karena ketiadaan perwakilan RI di negara penempatan kerja. Di Taiwan misalnya, terjadi pemerasan terselubung pada TKI yang mengurus paspor di Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI). Para TKI terpaksa mengurus paspor di sana karena ketiadaan kantor KBRI di negara tersebut. TKI diharuskan membayar NT$1800 atau Rp 6.000.000 yang setara dengan 6 kali lipat dari harga semula yaitu NT$300 atau Rp 100.000 tanpa diberi kuitansi resmi (buruhmigran.or.id, 9/9/2011). 

Perlindungan pada TKI harus dilakukan pada prapenempatan, saat penempatan, dan purnapenempatan. Sebenarnya, pemerintah sudah memiliki payung hukum yang jelas untuk melindungi para TKI. Sebagaimana yang dilansir buruhmigran.or.id  dalam artikel berjudul Perlindungan Sosial untuk TKI (3) pada 25 Juni 2012, beberapa payung hukum tersebut sebagai berikut.  
  • UU No.5 Tahun 1998 tentang Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3783).
  • UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ( Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4279)
  • UU RI No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
  • UU RI No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Sekarang, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi problematika yang membelit para TKI??
Cek jawabannya di bawah ini 

Mengatasi Masalah TKI (dok.pribadi)

Pemerintah dan masyarakat berperan penting dalam menyelesaikan masalah TKI mulai prapenempatan, masa penempatan, hingga purnapenempatan. Pemerintah bertanggung jawab pada ketiga masa tersebut. Namun, masyarakat boleh berpartisipasi pada satu masa saja. Misalnya membuka LSM yang menangani masalah kepulangan TKI, yang artinya berkecimpung dalam purnapenempatan. 

PERAN & TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH:

1. MENGOPTIMALKAN PERAN  INSTITUSI DAN LAYANAN UNTUK TKI
Peran sebuah institusi untuk TKI sangat besar. Mereka bertanggung jawab untuk melindungi hak dan keselamatan tenaga kerja, mengatur penempatan dan prosedur, menfasilitasi kebutuhan, dan menciptakan layanan yang terbaik. Pemerintah pun sudah membuat institusi untuk mengatur dan melayani TKI seperti BNP2TKI dan BP3TKI. BNP2TKI yang  memiliki layanan yang sangat bagus. Misalnya (bnp2tki.com, 30/6/2012)
  • Layanan penempatan Program G to G (Goverment to Goverment) dan Program P to P. Program G to G adalah penempatan TKI ke luar negeri oleh pemerintah yang hanya dilakukan atas dasar perjanjian secara tertulis antara pemerintah dengan pemerintah negara pengguna TKI atau pengguna berbadan hukum di negara tujuan penempatan TKI. Negara-negara yang terlibat dalam program tersebut adalah Korea Selatan, Jepang, dan Timor Leste. Adapun Program P to P adalah TKI yang bekerja atas inisiatifnya sendiri. 
  • Layanan informasi yang meliputi layanan penerbitan KTKLN, Layanan Pendataan dan Kepulangan TKI, Layanan Pengaduan Call Center, Layanan Call Center Informasi Penempatan dan Perlindungan TKI, Layanan Pengadaan Jasa dan Barang Secara Elektronik (LPSE), dan Layanan PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi)
  • Layanan Balai Latihan Kerja Luar Negeri
  • Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon TKI
  • Layanan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Asuransi Calon TKI  
Untuk mengoptimalkan peran institusi dan layanan untuk TKI, ada dua hal yang perlu dilakukan. 
2 cara mengoptimalkan institusi dan layanan (dok.pribadi)

1) PERBAIKAN INSTITUSI DAN KUALITAS LAYANAN
  1. Perbaikan jajaran pemimpin di institusi TKI. Pemimpin orang yang kompeten, tegas, dan jujur. Mengapa? Pemimpin yang kompeten akan mengeluarkan berbagai kebijakan yang mampu mempermudah dan memfasilitasi kebutuhan TKI. Adapun sikap tegas sangat diperlukan untuk menindak tegas para oknum yang melakukan penyelewengan terhadap TKI  dan bergegas pula dalam menyikapi, menindak, dan memutuskan berbagai persoalan yang membelit ruang lingkup TKI. 
  2. Perbaikan staff dan petugas di setiap layanan di institusi TKI. Staff dan petugas harus jujur dan kompeten. Kompetensi diperlukan agar setiap kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan dari segi profesionalisme kerja. Adapun jujur menjadi hal yang wajib dimiliki  agar tidak terjadi upaya-upaya penyelewengan atau pungutan liar pada TKI.   
  3. Institusi harus memperbaiki kualitas layanan. Prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Harus dicantumkan denah prosedur yang jelas di gedung dan loket layanan. Kelengkapan dokumen yang harus dibawa pun dicantumkan berikut biaya yang dihabiskan. Denah prosedur dan dokumen tidak hanya dipasang di gedung, melainkan juga diumumkan di website agar semua orang bisa mengakses pengumuman tersebut. Selain itu, pengunggahan data sekaligus digunakan sebagai tolak ukur untuk mengkritisi pelaksanaan layanan. Jika ditemukan penyelewengan atau ketidaksesuaian dengan prosedur, maka bisa dilaporkan ke pihak yang berwenang. 
  4. Setiap layanan harus disosisalisasikan pada masyarakat  umumnya, dan pada calon TKI khususnya. Sosialisasi harus dilakukan lewat berbagai media seperti media cetak, media elektronik, dan website. Sosialisasi ini sangat penting untuk mencegah missunderstanding terhadap layanan yang diperuntukkan pada TKI. Selain itu, sosialisasi juga mencegah munculnya layanan TKI palsu yang merugikan masyarakat. 
  5. Mengadakan evaluasi atas layanan yang telah dijalankan. Evaluasi tersebut meliputi kinerja para petugas yang melakukan pelayanan, respon para pengguna layanan (TKI dan orang yang berkepentingan) yang merasa puas/tidak puas/dirugikan/terbantu atas layanan yang tersedia, efektivitas layanan, efisiensi layanan, dampak positif-negatif layanan, dan upaya perbaikan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Evaluasi tidak hanya dilakukan secara tertutup, melainkan bisa juga melibatkan para TKI sebagai responder dan mengundang awak media untuk mensosialisasikan hasil evaluasi agar diketahui masyarakat dan sebagai wujud keterbukaan atas munculnya kritik dan saran yang positif. 
2) MENGOPTIMALKAN PERAN INSTITUSI  SAAT PRAPENEMPATAN, PENEMPATAN, DAN PURNAPENEMPATAN. 
  1. Prapenempatan. Pada masa ini, institusi berperan sebagai fasilitator yang bertanggung jawab untuk mengurusi keperluan TKI yang akan berangkat ke luar negeri.  Institusi membuka pelayanan yang dibagi menjadi dua macam, yaitu pelayanan administrasi dan pelayanan praktek. Pertama, pelayanan administrasi berkaitan dengan pengurusan dokumen, kelangkapan administrasi, dan surat-menyurat. Pada layanan ini, prosedur pelayanan harus jelas dan tidak berbelit-belit. Kedua, pelayanan praktek yang berkaitan dengan proses pembekalan kompetensi pada calon TKI. Misalnya Balai Latihan Kerja. Pada pelayanan ini, harus benar-benar dipastikan bahwa pembekalan kemampuan TKI berlangsung optimal. Dengan demikian para calon TKI kita mendapatkan keterampilan yang baik dan bisa menjadi bekal mereka untuk merantau ke luar negeri. 
  2. Penempatan. Pada saat penempatan, institusi berperan sebagai pengawas. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi keselamatan para TKI dan memberikan perlindungan bagi mereka. Di sinilah saat pemerintah dan institusi TKI harus benar-benar bekerja keras agar tidak teradi kasus kekerasan majikan pada TKI, penahanan gaji, dan lain-lain. 
  3. Purnapenempatan. Pada saat purnapenempatan, institusi TKI berperan sebagai fasilitator kembali. Artinya institusi bertanggung jawab untuk mengurusi dokumen dan administrasi kepulangan para TKI. Selain itu, mereka juga harus memberikan pembekalan pada purna-TKI tentang cara berwirausaha, mengatur keuangan, dan merencanakan kehidupan masa depan. Pembekalan macam ini sangat penting agar kehidupan para purna-TKI akan lebih baik. 
2. MENDIRIKAN PERWAKILAN RI DI SELURUH NEGARA TUJUAN PENEMPATAN TKI

Perwakilan RI ini sangat penting didirikan di setiap negara penempatan TKI. Mengapa? Karena mereka adalah institusi yang bertanggung jawab untuk mengurusi masalah TKI di negara tersebut. Merekalah yang bertugas mengurusi paspor, memfasilitasi kebutuhan TKI, dan menyelesaikan masalah yang dialami TKI. Tanpa ada perwakilan RI di negara penempatan, sangat terbuka ruang penyelewengan yang dialami oleh para TKI, seperti yang terjadi di Taiwan. 

3. MELAKUKAN PENGAWASAN DAN PERBAIKAN  PJTKI
PJTKI adalah badan atau lembaga yang menawarkan jasa untuk menyalurkan tenaga kerja ke negara tetangga. Sayang, muncul berbagai kasus PJTKI nakal. Mereka melakukan berbagai pelanggaran seperti pemaksaan seseorang menjadi TKW, pemalsuan dokumen, identitas, umur, hingga pelanggaran UU Perlindungan Anak. Berdasarkan data yang dilansir oleh Polda Metro Jaya, tercatat 11 kasus pelanggaran PJTKI sejak januari -juni 2011 (metro.news.viva.co.id, 22/6/2011)
Pengawasan dan perbaikan terhadap PJTKI sangat perlu dilakukan untuk meminimalisasi pelanggaran yang merugikan para TKI. Cara yang bisa dilakukan misalnya:
3 upaya perbaikan PJKI (dok.pribadi)
  1. Pemerintah perlu memperketat prosedur pendirian PJTKI. Prosedur yang harus dilewati adalah seleksi administrasi (kelengkapan dokumen pendirian, surat keterangan usaha, dan rekomendasi dari pemerintah lokal dan masyarakat), kualifikasi pendiri (latar belakang pendiri PJTKI. Misalnya tidak pernah terlibat tindak pidana & perdata), dan ketersediaan sarana dan prasarana. 
  2. Optimalisasi evaluasi PJTKI yang dilakukan secara berkala dan komprehensif. Proses tersebut sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi kualitas program, kinerja, dan kualitas layanan untuk TKI. Jika hasil evaluasi tidak menunjukkan hasil yang memuaskan, maka lembaga tersebut dikenai sanksi berupa pencabutan izin usaha.
  3. Pengadaan akreditasi PJTKI. Sebagaimana yang diterapkan pada institusi pendidikan, ada baiknya jika sistem akreditasi juga digunakan pada PJTKI. Akreditasi ini memberikan penilaian terhadap kualitas PJTKI berdasarkan hasil evaluasi. Misalnya PJTKI X terakreditasi A. Maka bisa dipastikan kalau PJTKI tersebut memiliki kredibilitas dan kualitas layanan TKI yang baik. Akreditasi diharapkan mampu meningkatkan motivasi para pemilik PJTKI untuk meningkatkan kualitas layanan mereka. Selain itu, akreditasi juga penting untuk menjaga masyarakat dari PJTKI abal-abal.   

PERAN MASYARAKAT:
1. BERPARTISIPASI AKTIF DALAM UPAYA PERLINDUNGAN TERHADAP HAK DAN KESELAMATAN TKI
Partisipasi aktif  dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya perlindungan terhadap hak dan keselamatan TKI. Mengapa? karena pemerintah saja tidak akan mampu menjaga hajat hidup seluruh TKI. Perlu dibutuhkan partisipasi masyarakat untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut. Partisipasi masyarakat untuk TKI bisa diwujudkan lewat berbagai cara, misalnya membantu mengatasi masalah TKI dan  penciptaan layanan peduli TKI.  

Salah satu Organisasi yang berkecimpung dalam dunia TKI adalah SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia).
SBMI adalah lembaga yang secara khusus bergelut dalam bidang advokasi TKI bermasalah.  Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang bertujuan untuk memperjuangkan aspirasi Buruh Migran Indonesia di tingkat nasioanal maupun internasional dideklarasikan di Semarang pada tanggal 10 Juli.2004.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger