Bagi masyarakat Manggarai dan khususnya masyarakat Wae Rebo, Upacara Ritual Penti merupakan upacara tahun baru yang juga merupakan tanda dimulainya kegiatan bercocok tanam atau berladang. Kegiatan ini adalah kewajiban turun-temurun yang harus dijalankan sebagai wahana rasa syukur, berkumpulnya keluarga besar masyarakat Wae Rebo, serta pemberkatan terhadap kelestarian alam sekitar. Upacara Penti dilaksanakan setiap bulan November, yang biasanya jatuh pada pertengahan bulan dan diisi dengan upacara adat, pemberkatan, serta atraksi budaya yang sangat unik.
Tahun ini, Upacara Penti jatuh pada tanggal 13-15 November. Keluarga Besar Burung Indonesia Program Mbeliling diundang untuk menghadiri kegiatan ini. Meramaikan acara, Burung Indonesia juga mengundang Sunda Trail Travel, PT. Putri Naga Komodo, Manumadi Travel, rekan-rekan volunteer dari Australia, serta perwakilan pemerintah yang selama ini telah banyak mendukung pengembangan masyarakat kampung Wae Rebo dan promosi Kampung Tradisional Wae Rebo sebagai destinasi Heritage Tourism di kawasan Flores Barat.
Kedatangan kami pada Jumat (13/11) siang hari itu disambut dengan upacara “Curu” yang diiringi dengan atraksi budaya “Sanda”. Curu merupakan budaya Manggarai yang digunakan oleh masyarakat Manggari untuk menyambut tamu agung sebelum masuk kampung halaman. Senyum dan keramahan masyarakat Wae Rebo menyambut kedatangan kami dengan sapaan khas “yooo selamat”. Selanjutnya, penyambutan dengan upacara “Kapu”, yang merupakan budaya Manggarai untuk menerima tamu baru di dalam rumah. Kapu ditandai dengan pemberian ayam putih jantan yang menyimbolkan keikhlasan hati dan kekeluargaan, toak “local wine” yang menyimbolkan hidangan untuk penghilang lelah, serta uang yang menyimbolkan doa kita sebagai tamu baru untuk arwah para leluhur.
Malam harinya, saya bersama Bang Marthen memimpin temu akrab masyarakat Wae Rebo dengan para undangan. Ada beberapa hal didiskusikan—selain sebagai acara ramah-tamah—adalah masalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Upacara
Sabtu pagi (14/11) yang cerah, sebelum upacara dimulai, kami disambut dengan menu spesial kopi khas Wae Rebo dan ubi. Mama-mama terlihat mulai sibuk menyiapkan Upacara Penti yang dilaksanakan pukul 09.00 WITA.
Akhirnya Upacara Penti dimulai dengan pemberkatan terhadap sumber mata air, keselamatan kampung dan roh jahat. Semua masyarakat berkumpul di rumah Gendang untuk menuju ke tempat pemberkatan dengan diiringi oleh nyanyian-nyanyian budaya.
Upacara pemberkatan ini ditandai dengan pemotongan ayam sebagai tanda persembahan untuk para leluhur. Bagi masyarakat Wae Rebo, apabila isi ayam yang disembelih (hati dan lai-lain) bagus, maka hasil persembahan mereka diterima oleh leluhur.
Setelah upacara pemberkatan di tiga lokasi, dilanjutkan dengan atraksi tarian Caci. Bagi masyarakat Wae Rebo, tarian Caci hanya bisa ditampilkan atau dipentaskan dalam upacara adat Penti. Sedangkan bagi masyarakat Manggarai Barat, tarian caci saat ini dapat ditampilkan untuk upacara adat juga atraksi wisata. Tidak hanya pemain dari masyarakat Wae Rebo, saya, kawan-kawan Trans-TV, serta Philip, wisatawan dari Swedia juga ikut beratraksi menampilkan atraksi Tarian Caci. Sore harinya, ada upacara pemanggilan arwah leluhur yang ditandai dengan “berziarah” ke delapan makam leluhur.
Matahari udah mulai terbenam, masyarakat dan para undangan sudah mulai bergegas berkemas-kemas karena pada jam 6 sore akan ada upacara pemberkatan terhadap rumah gendang pada setiap kamar. Pada upacara ini, semua masyarakat Wae Rebo berkumpul di depan kamar tempat nenek moyangnya, dan ditandai dengan penyembelihan ayam. Melihat ritual semacam itu, bulu kuduk pun “merinding” karena ini belum pernah saya temukan selama tinggal di Manggarai.
Malam harinya, pada puncak upacara Penti, semua warga berkumpul di rumah Gendang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ritual. Semua warga Wae Rebo berkumpul dengan penuh rasa kekeluargaan dari tokoh adat (Toa Goloh) sampai dengan anak-anak. Bangga melihat mereka, cinta mereka untuk memertahankan budaya nenek moyang masih melekat kuat untuk dilestarikan. Upacara saat itu ditandai dengan pemotongan dua ekor anak babi di dalam rumah dan atraksi budaya sanda. Atraksi Sanda merupakan budaya Manggarai, yakni bernyayi sambil berdiri dengan membentuk lingkaran di dalam rumah Gendang. Kegiatan ini berlangsung sampai jam 06.00!
Minggu 15 November 2009, hari terakhir kami bersama para tamu undangan di kampung Wae Rebo. Sedih rasanya harus berpisah dengan saudara-saudara kami yang juga belum rela mengizinkan kami untuk pulang. Saya memimpin para tamu undangan berpamitan secara adat memohon doa keselamatan dan meminta maaf kalau ada salah dan khilaf. Kami menyampaikan “kami berpisah bukan kami tidak sayang, tetapi perpisahan ini merupakan bakti kecintaan kami pada tanah leluhur kampung Wae Rebo untuk bisa berbuat yang terbaik”.
Bagi penulis, Upacara Penti tidak hanya sekedar ritual berkumpulnya masyarakat Wae Rebo. Namun, ada hal yang lebih subtantif di sini, yakni sebuah kekuatan budaya untuk melestarikan leluhur nenek moyang, dengan kuatnya arus budaya barat yang masuk ke negeri ini. Hal yang lain adalah rasa kecintaan masyarakat Wae Rebo terhadap alam dan isinya, terutama air sebagai sumber kehidupan. Bagi masyarakat Wae Rebo, menjaga sumber mata air sebagai sumber kehidupan, menjaga dan melestarikan hutan beserta isinya seperti burung serta habitat lainnya, merupakan warisan nenek moyang yang harus tetap dijaga. Hal ini terlihat dari masih terjaganya kondisi hutan di sekitar perkampungan Wae Rebo. Sungguh cantik negeri ini…..Apabila masyarakatnya punya rasa cinta seperti masyarakat Wae Rebo. Hutan lestari, air sudah dekat………………….! Salam hangat dan cinta kasih. *
(Junaidi Arif/Burung Indonesia)
Posting Komentar