
Berada di kota Maumere
dan Flores pada umumnya,sangat sulit bagi kita menemui pemulung. Tentu ini
berbeda bila kita berada di kota – kota besar lainnya di Indonesia dimana para
pemulung sejak subuh berjalan keliling masuk ke luar lokasi perumahan dan
memungut aneka barang bekas yang bisa mendatangkan rupiah. Apalagi di tempat
pembuangan sampah, pemulung terlihat menyemut, menantang teriknya mentari demi
mengais rejeki. Profesi pemulung identik dengan mereka yang melakoni kegiatan
memungut (memulung) barang bekas terbuat dari kertas, karton, besi, plastik dan lainnya yang dibuang oleh
pemakai ke tempat sampah atau tergeletak
di jalan – jalan. Aneka barang yang dipungut dikumpulkan, dibersihkan dan dikelompokan
biar seragam untuk dijual ke pedagang pengumpul (pengepul )
Area
Memulung Tak Dibatasi
Bapak Juang termasuk salah seorang yang menggeluti profesi ini.
Warga RT 014/04 Kelurahan Waioti, kecamatan Alok Timur, Maumere ini, sejak
subuh mulai melakukan aktifitas memulung. Ketika sebagian warga kota Maumere
masih terlelap tidur, pukul 03.00 wita, bapak Juang sudah beranjak melakoni pekerjaannya.
Sepeda tua bekas yang dibeli menjadi andalannya memulung dari kelurahan Waioti
hingga komplek pertokoan di kelurahan Kota Baru, Maumere yang berjarak ± 1
kilometer.” Pagi jam 10.00 wita atau jam 11.00 wita sudah pulang “ ujar bapak Sirilus. Botol minuman plastik, kertas
karton, besi dan kaleng minuman
dari aluminium dipilih untuk dijual.
Gelas plastik bekas air minum kemasan dijual
2500 rupiah sekilo untuk yang putih
polos, kalau yang berwarna 1000 rupiah. Sirilus
yang sejak tahun 1992 mulai memulung menuturkan kalau dulu harganya lebih baik.
Botol bekas air minum kemasan dihargai 4000 rupiah untuk yang
polos,(bening ) kalau berwarna 2500 rupiah sekilo. “ Dulu belum banyak orang
yang memulung “ sebut bapak asal desa Nangablo,kecamatan Mego ini.. Saat ini di
kota Maumere kata Sirilus, sudah ada beberapa orang pemulung. Itu belum
terhitung anak - anak sekolah dasar yang
mencari kaleng bekas minuman kemasan sepulang sekolah sekedar mencari uang
jajan.” Pake (menggunakan ) sepeda ada tiga orang,yang lain pake gerobak “
beber bapak Juang.
Setelah pulang
memulung, bersama isteri dan anak- anak menyusun botol – botol bekas air
mineral tersebut dan dimasukan ke dalam karung- karung besar. Sebulan sekali
pedagang pengepul datang ke rumah memakai pick up mengambil hasil untuk dibawa
ke gudang pengepul untuk ditimbang. “ Sebulan bisa dapat uang 1 juta rupiah. Bila
siang hingga malam juga cari barang,(
memulung ) bisa dapat 2 juta rupiah “ sebut bapak tiga anak ini. Areal memulung
seperti dituturkan pria kelahiarn tahun 1962 ini,tidak dibatasi. Setiap orang
bisa memulung dimana saja sesuai kemampuan.
Cukup
Buat Makan
Hasil memulung,menurut
bapak Juang, selain buat makan juga dipakai menyekolahkan anak dan memenuhi
kebutuhan hidup lainnya. “ Lumayan buat biaya hidup daripada tidak ada kerja “
kata Sirilus. Kalau tidak melakoni kerja ini,menurut Don Juang,tidak ada
pekrjaan lainnya yang tetap. Apalagi didrinya hanya tamatan sekolah dasar dan keterampilan lainnya tidak dimilikinya.”
Kalau memulung rajin bisa dapat banyak uang. Tetapi karena sudah tua jadi
kemampuan saya terbatas. “ Sekarang sudah banyak yang ikut memulung juga sehingga harga jual barang bekas jadi murah “ tutur
bapak Juang.
Selain memulung, suami
dari Elisabeth Koleta ini juga bekerja
menggali sumur air dibantu anaknya. Sumur yang digali kedalamnnya 9 meter .” Sumur digali dan disemen. Sebulan sudah
selesai kerja “ sebut bapak Juang. Upah menggali sumur 2.5 juta rupiah. Sang
isteri juga selain membantu menyortir hasil memulung, juga menenun kain buat
dijual dan dipakai sendiri.
Bila tak ada pemulung, sampah
akan menumpuk dimana – mana juga di tempat pembuangan akhir sampah khususnya sampah yang tidak terurai. Kurangnya
kesadaran masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya apalagi harus
memisahkan sampah organik dan bukan organik menjadi kendala besar di tengah
kekuatiran mampukan sebuah daerah mengatasi problem sampah. (Ebed / www.floresbangkit.com)
Posting Komentar