Selamat datang di Flores Island

Gerabah Dari Wuu, Karya Tradisional Wanita Bola

Minggu, 10 November 20130 komentar


Peralatan dari gerabah atau keramik sejak zaman nenek moyang dipergunakan sebagai perlengkapan rumah tangga. Sentra kerjinan gerabah ditemukan hampir di setiap daerah di negeri ini termasuk di kabupaten Sikka. Bagi masyarakat Sikka, bicara gerabah maka pasti akan merujuk kecamatan Bola. Di Bola kini tersisa tiga dusun yang masih setia dengan produksi gerabahnya.

Warisan Leluhur

Bertandang ke kecamatan Bola ada baiknya mampir ke dusun Wuu buat melihat langsung pembuatan gerabah yang masih memakai cara tradisional warisan leluhur. Tris, salah seorang wanita pengrajin gerabah yang ditemui di rumahnya, menyebutkan, kini tersisa tiga dusun saja yakni dusun Wuu, dusun Wolokoli dan dusun Gedo di desa Wolokoli yang menekuni pembuatan gerabah. Tiga tahun sudah Tris bergelut dengan tanah liat menghasilkan kendi buat memasak arak (unu tua ) dan periuk. “ Sudah tiga tahun saya membuat keramik setelah pulang merantau dari Kalimantan dan suami tercinta dipanggil Yang Kuasa lima tahun silam ‘ ujar ibu dua anak ini. Disebutkan Tris, keahlian membuat keramik diwariskan oleh orang tua (mama ) dan sudah dilakukan turun temurun. Ada 6 keluarga di dusun Wuu masih aktif membuat keramik. “ Tanah kami beli di dusun Gedo. Satu sak semen ukuran 40 kilogram dibeli seharga 25 ribu rupiah “ sebutnya. Sekarung tanah liat bisa menghasilkan kendi memasak arak ukuran besar yang dijual seharga 150 ribu rupiah di pasar Geliting yang berjarak 24 kilometer dari dusunnya. Dalam sebulan dirinya bisa menjual 4 kendi ukuran besar seharga 150 ribu dan 4 periuk kecil seharga 50 ribu rupiah. “ Kalau dulu awal Juni atau Juli sudah mulai buat keramik. Sekarang ini kami mulai kerja bulan April dan berakhir di di bulan Desember. Kalau musim hujan tidak kerja jadi kami berkebun dan menenun sarung “ tambah ibu dari Emilianus Moa Jo dan Imelda Dua Afri.

Peralatan Sederhana


Tanah yang dibeli dijemur selama 2 hingga 3 hari tergantung panas matahari dan sesudahnya di ayak. Tanah liat dibentuk memakai alat sederhan berupa kayu bulat gerdiameter 10 sentimetrer sepanjang 30 sentimeter buat melubangkan bagian dalam. Kayu pipih selebar tangan dipakai memukul dan merapikan bsgisn luarnya. Kayu bundar sebesar ibu jari diceluoan ke air untuk merapikan bagian dalamnya. Setiap kali merapikan gerabah, kayu selalu dicelupkan ke air terlebih dahulu biar permukaan yang dibentuk akan licin. Kain keras (bahan jenas) seukuran kepalan tangan dipakai merapikan hasilnya. “ Selesai dijemur, gerabah dibakar di tungku seperti membakar batu bata. Kalau cepat sejam sudah selesai. Tapi itu tergantung nyala apinya. Kalau nyalanya kurang bisa sampai dua jam. Biasanya kami pakai kayu bambu karena mudah didapat di sekitar tempat tinggal kami “ tutur Tris. Modal menjadi kendala baginya. Tris memohon agar pemerintah bisa membantu pengrajin gerabah di desanya dengan memberikan tungku pembakaran gerabah atau uang membeli tanah liat. “ Kalau buat gerabah pakai mesin kami belum bisa karena belum ikut pelatihan “ sebutnya. Tris bersama 5 orang teman lainnya pernah diliput televisi swasta nasional mengenai proses pembuatan keramik secara tradisional. “ Saya akan terus menekuni pekerjaan ini. Anak saya yang perempuan juga sudah mulai tertarik dan belajar membuatnya “ bebernya. ( Ebed )

Ebed de Rosary : wartawan media online floresbangkit.com
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Cara Gampang | Creating Website | Johny Template | Mas Templatea | Pusat Promosi
Copyright © 2011. Ebed Allan Derosary - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger